Senin, 23 Mei 2016

Laporan Ekologi Perairan | La Pade Salay







EKOLOGI PERAIRAN






Nama               : La Pade Salay
Stambuk          : 07220150023
Jurusan           : Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
kelompok        : 1(Satu)



JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah Allah SWT, saya dapat mengerjakan laporan ini walaupun isi masih sederhana.harapan saya kiranya kekurangan yang ada dalam laporan ini dapat diberi masukan dan saran, aar dapat lebih di sempurnakan.
semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan Ridho-Nya kepada kita semua, serta menambahkan ilmu, agar memudahkan bagi kita sebagai hamba Allah yang dapat
menjalani hidup, memakmurkan bumi menuju hidup yang lebih nyaman, sejahtera dan bahagia wal akhirat, amin ya rabbal alamin.

Makassar, 4 Mei 2016

LA PADE SALAY
 
           

DAFTAR ISI

Sampul ....................................................................................................             i
Kata Pengantar........................................................................................             ii
Daftar Isi.................................................................................................             iii
BAB I  PENDAHULUAN....................................................................             1
1.1.        Latar Belakang..................................................................             1
1.2.        Tujuan................................................................................             2
BAB II  TUJUAN PUSTAKA.............................................................
2.1. Pengertian Ekologi Perairan.................................................             3    
2.2 Ekosistem Padang Lamun.....................................................             21
2.3 Ekosistem Mangrove.............................................................             28
2.4. Ekosisem Terumbu Karang..................................................             31  
BAB III  METODE PRAKTIKUM....................................................             39
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum.............................................             39
3.2. Alat dan Bahan....................................................................             39
3.3. Prosedur Kerja......................................................................             39
BAB IV  HASIL PEMBAHASAN......................................................             41
4.1. Hasil Pengamatan.................................................................             41
4.2. Pembahasan..........................................................................             44
BAB V  PENUTUP...............................................................................             53  
5.1. Kesimpulan...........................................................................             53
5.2. Saran.....................................................................................             53
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata oikos yang artinya rumah atau tempat hidupdan logos yang berarti ilmu.Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.Definisi ekologi seperti diatas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiawan Jerman, 1834-1914) (Pratiwi, D.A, 2000).
Ekologi perairan juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan organisme dengan lingkungan perairan. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin (laut). Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan organisme dengan lingkungannya, mempelajari hubungan antara tempat hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau lingkungan yang sedang berkembang.(Dahuri, 2006).
Dalam ekosistem perairan (tawar, pesisir dan lautan) berbagai jasad hidup (biotik) dan lingkungan fisik (abiotik) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait.Dua komponen ini saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, sehingga terjadi pertukaran zat (energi) diantara keduanya. Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan cadangan terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi, dan bahan makanan.Selain itu masih banyak bahan-bahan mineral lain yang terdapat dalam cairan air laut.Daerah laut yang produktif adalah daerah yang dalamnya maksimal 200 meter dari permukaan laut (Hadi, 2005).
Ekologi laut merupakan ilmu yang mempelajari tentang ekosistem air laut. Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, terumbu karang, dan padang lamun. Berikut penjelasan tentang ekologi laut.  Habitat air laut (oceanic) ditandai oleh salinitas yang tinggi dengan ion Cl- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, salinitasnya sekitar 30 sampai 40, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C.Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan.Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung baik (Dahuri, 2006).
1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui hubungan organism dengan ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis biota yang ada di ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ekologi Perairan
Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organism dan lingkungannya. R.ester mengemukakan istilah tersebut pada tahun 1865 (Kormandy, 1965) dengan menggabungkan dua kata dari bahasa Yunani, logos yang berarti pengetahuan tentang dan oikos yang berarti rumah. Dua kata ini yang membedakan dari ilmu-ilmu yang lainnya.Haeckel mendefinisikan ekologi sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan-hubungan total antara organism dengan lingkungannya yang bersifat organic maupunanorganik (Wolf, et al., 1998). Biasanya ekologi didefinisikan sebagai suatu studi hubungan organism atau grup-grup organism dengan lingkungannya. Ekologi menyangkut aspek biologi dari kelompok-kelompok organisme serta fungsinya, sehingga dalam pandangan ekologi modern, ekologi didefinisikan sebagai suatu studi struktur dan fungsi alam, dalam hal ini manusia merupakan bagian dari alam (Batu, 1983).
2.1.1. Ciri-Ciri Ekologi Sungai
Menurut Barus (2002), ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir. Menurut Odum (1993) menyatakan bahwa, pada umumnya, perbedaan antara aliran air dan kolam  erputar disekitar 3 kondisi : Arus adalah factor yang paling mengendalikan dan merupakan factor pembatas di aliran air. Pertukaran tanah – air relative lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih “terbuka” dan suatu metabolisme komunitas tipe “heterotrofik’’ Tekanan oksigen biasanya lebih merata dalam aliran air dan stratifikasi termal maupun kimiawi akan dapat diabaikan.
2.1.2. Ciri-Ciri Ekologi Kolam
Kolam adalah daerah perairan yang kecil dimana zona litoralnya relative besar dan daerah limnetic serta profundal kecil atau tidak ada. Stratifikasi tidak terlalu penting. Kolam dapat dijumpai di kebanyakan daerah dengan curah hujan yang cukup.Kolam-kolam terus-menerus terbentuk, contohnya bila aliran berpindah, meninggalkan bekas aliran terisolasi sebagai perairan tergenang (Odum, 1993). Jika kita mengamati kolam secara keseluruhan sebagai suatu ekosistem, maka dapat dibutuhkan bahwa kolam bukan hanya tempat tumbuhan dan hewan. Akan tetapi, tumbuhan dan hewan tersebut turut dapat serta membentuk suatu system dalam kolam, jadi ada hubungan biotic dan abiotic (Batu, 1993). Ciri-ciri ekologi tawar adalah antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang, dan dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Macam kebutuhan yang terbanyak adalah ganggang, sedangkan yang lainnya adalah tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat (Rifqi, 2009).
2.1.3. Siklus Hidrologi
Menurut Irwan (1994), sebagian besar (98,6%) terdapat di laut, sebagian lainnya sekitar 1,2 % terdapat di gunung –gunung es di kutub, kurang 0,001% air terdapat di atmosfer. Air hujan jatuh kemana-mana di bumi ini dalam beberapa cara. Sebagian besar ada yang bertahan untuk sementara di tempat jatuhnya semula(di atas tanah), kemudian kembali ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan transportasi tumbuhan. Sebagian lagi mencari jalan ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya sampai ke sungai yang disebut air larian. Ada pula yang meresap ke dalam tanah, yang kemudian air tanah.Air tanah maupun air larian (sungai). Ini pun sebagian akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi tumbuhan. Disini terlihat bahwa air yang ada di atmosfer selalu dipengaruhi melalui penguapan dan jasa baik tumbuhan. Bila air hujan jatuh di tanah, segera menguap kembali ke udara. Dari air yang tidak segera menguap diantaranya ada yang diserap tanaman atau diminum hewan, ada yang run off (mengalir) pada permukaan tanah menjadi aliran air atau danau dan ada yang menembus tanah ke tingkat air di bawah. Air pada aliran air dan danau maupun air sub permukaan kemudian mengalir ke laut. Terdapat evaporasi konstan dari aliran air, sungai kecil, danau dan laut. Energi untuk evaporasi ini sebagian besar berasal dari radiasi matahari langsung maupun tidak langsung (Heddy, et al.,1997).
2.1.4. Rantai Makanan
Rantai makanan merupakan perpindahan energi makanan dari sumberdaya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jalur makan-memakan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan 80-90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa semakin pendek rantai makanan, makin besar energi tersedia (Heddy et al.,1994).  Menurut Resosoedarmo, et al (1990) menyatakan bahwa, semakin pendek rantai pangan ini semakin dekat jarak antara organisme pada permukaan dan organisme pada ujung rantai dan semakin besar pula energi yang dapat disimpan dalam tubuh.
Energi pangan sumberdaya di dalam tumbuh-tumbuhan melalui satu seri organisme dengan diulang-ulang dimakan dan memakan dinamakan rantai makanan. Rantai-rantai pangan terdiri dari dua tipe dasar, rantai pangan rerumputan yang mulai dari dasar tumbuh-tumbuhan hijau herbivora yang merumput dan terus ke karnivora dan rantai pangan sisa, yang dimulai dari bahan-bahan mati ke mikroorganisme dan kemudian yang pemakan detrivora dan pemangsanya (Odum, 1993).
2.1.5.  Hubungan Interaksi Antar Organisme
Menurut Odum (1993), terdapat 9 interaksi penting yaitu : Neutralisme, dimana tidak ada satupun populasi yang terpengaruhi oleh asosiasi dengan lain.            Tipe persaingan yang saling menghalangi (mutual inhibition competition type) dalam mana kedua populasi secara aktif saling menghalang-halangi.
            Tipe persaingan penggunaan sumberdaya di dalam mana tiap populasi mempunyai pengaruh merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumber-sumber yang persediaannya berada pada kekurangan.
            Amansalisme, didalam mana satu populasi dihalang-halangi sedangkan yang lainnya tidak terpengaruhi. Parasitisme, dimana bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Pemangsaan, dimana satu populasi merugikan yang lain dengan cara menyerang secara langsung tetapi meskipun begitu bergantung kepada yang lain.
Commensalisme, dimana satu populasi diuntungkan sedangkan yang lain tidak terpengaruhi.
Protocooperation, dalam mana kedua populasi memperoleh keuntungan dengan adanya asosiasi itu tetapi hubungan itu tidak merupakan suatu keharusan Mutualisme, dimana pertumbuhan dan kehidupan kedua populasi itu mendapat keuntungan dan tidak satupun dapat hidup di alam tanpa yang lain.
Menurut Smith (1992), terdapat 9 perbedaan interaksi yang terjadi pada populasi yaitu antara lain :
Jika dua populasi menguntungkan satu sama lain disebut mutualisme.
Ketika salah satu spesies memberi keuntungan untuk kesejahteraan yang lainnya tetapi tidak berdampak apapun pada dirinya disebut dengan komensalisme
            Jika salah satu spesies menyebabkan efek yang kurang baik untuk populasi lain, tetapi spesies yang ditumpangi tidak terpengaruh maka disebut amensalisme
            Jika hubungan bukan untuk bertahan hidup maka disebut non-obligatory mutualisme
            Jika hubungan kedua spesies untuk bertahan hidup disebut obligatory mutualisme
            Jika hubungan kedua spesies merusak atau bersaing satu sama lain disebut kompetisi
            Jika hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan membunuh dan memangsa disebut predasi.
Jika hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan mengambil makanan organisme lain sehingga lama-kelamaan organisme yang diambil makanannya mati disebut parasitisme.
Sedangkan tipe spesial dari kombinasi hubungan predasi dan parasitisme disebut parasitoidisme.
2.1.6. Faktor-Faktor Ekosistem Sungai
1 Faktor Fisika
Menurut Odum (1993), didalam aliran air yang besar atau sungai, arus dapat berkurang sedemikian rupa, sehingga menyerupai kondisi air tergenang. Tetapi arus adalah faktor utama yang paling penting yang membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda dan mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya. Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesis (Sari dan Usman, 2012). Menurut Efendi (2003) dalam Wijaya (2009), pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai dipengaruhi oleh tiga varoiabel tersebut.
2. Faktor Kimia
Menurut Cole (1983) dalam Ward (1992), menyatakan bahwa pH perairan alami berkisar dari <3,0 sampai >12. Kebanyakan perairan yang tidak terpolusi memiliki rentang pH 6 – 9. Secara umum pH meningkat dan permukaan air ke dasar perairan sungai dan dari bawah ke atas untuk danau. Perairan yang asam ditandai dengan keragaman spesiesnya yang rendah dan produktivitasnya yang rendah. Komponen utama dapat hilang oleh fauna dari badan air yang paling asam. Walaupun organisme di dalam aliran air lebih menghadapi ekstrim. Dalam hal ini sudah dan arus, dibandingkan dengan organisme kolam, tetapi pada kondisi alam, oksigen biasanya tidak amat bervariasi karena aliran air biasanya mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup. Bahkan dalam keadaan tanpa tanaman hijau. Oleh karena itu, binatang air biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen dan cepat berubah oleh pencemaran organik dan tipe apapun yang mengurai kadar oksigen (Odum, 1993).

3. Faktor Biologi
Menurut Goldmen dan Home (1983), organisme yang dapat pada perairan mengalir amtara lain adalah virus, bakteri, jamur algae, makrofita, protozoa, rotifera, crustacea, serangga air, cacing, molusca, ikan dan lain-lain.  Menurut Odum (1993), umumnya invertebrata bentik mempunyai kerapatan yang paling tinggi pada komunitas air deras. Semnetara nekton dan bentuk-bentuk penggali dalam aliran air seperti kerang, ogenata penggali dan Ephemerophtera lebih dijumpai diperairan tenang. Di perairan alami produsen yang sangat penting adalah algae, dimana didaratan, tumbuhan tingkat tinggi melakukan peranan ini dan mareka juga penting di zona litoral danau, di badan air yang kecil dan di sungai-sungai. Di perairan alami umumnya mungkin untuk dibedakan antara rantai konsumen pelagik dan bentik (Mahmudi, 2005).
2.1.7. Faktor-Faktor Ekosistem Kolam
1. Faktor Fisika
Menurut Odum (1971) dalam Batu (1983), menyatakan bahwa pada air kolam terdapat stratifikasi, yaitu produksi di sebelah atas dan regenerasi dimana terjadi dekomposisi di sebelah bawah. Sebagian energi yang difiksasi di zona photic. Kedalaman perairan dimana proses fotosintesi dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolam air hanya hingga 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan berfluktuasi secara harian dan musiman (Efendi, 2003).
2 Faktor Kimia
Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Riovity dan olem, 1994). Difusi oksigen dan atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam. Jadi pada ekosistem air diam sumber utama oksigen berasal dari fotosintesis pada organisme aquatik (Efendi, 2003). Menurut Odum (2002), nilai pH suatu ekosistem air dapat berfluktuasi terutama dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah (Baur, 1987., Brehm dan Meijering1990., Brakke, et al., 1992). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7-8,5.


3 Faktor Biologi
Beberapa binatang kolam temporer seperti udang-udangan (Eubranchiopoda) terutama menonjol karena dapat beradaptasi dengan baik dan amat terbatas penyebarannya pada kolam sementara. Telurnya dapat bertahan hidup dalam tanah yang kering untuk beberapa bulan, dimana perkembangan dan reproduksi terjadi untuk periode yang pendek pada akhir musim dingi (Odum, 1993). Berdasarkan pengalaman dapat dibedakan antara kekeruhan yang disebabkan oleh plankton dan kekeruhan yang disebabkan faktor lain. Namun demikian perlu diingat bahwa blooming plankton tidak selalu bewarna hijau, dapat pula berwarna kuning, merah, coklat atau hitam (Mahmudi, 2005).
2.1.8. Benthos
1. Definisi Benthos
Benthos adalah organisme melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Binatang benthos dapat dibagi berdasarkan cara makannya menjadi pemakan penyaring (seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti siput) (Odum, 1993). Semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) termasuk dalam kategori benthos. Berdasarkan sifat hidupnya dibedakan antara fitobenthos, yaitu organisme benthos yang bersifat hewan. Kelompok inimasih dibedakan menjadi epifauna, yaitu benthos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu benthos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan (Barus, 2002).
2. Ciri-Ciri Benthos
Ciri-ciri benthos menurut Barus (2002), menyatakan bahwa:
            Pergerakan yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel Ukuran tubuh relatif besar sehingga mudah diidentifikasi.
            Hidup di dasar perairan serta relatif dalam sehingga secara terus-menerus berdebah oleh kondisi air disekitarnya Pendederan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut. Menurut Wijayanti (2007), hewan makrobenthos mempunyai pergerakan yang sangat terbatas, sehingga hewan ini secara langsung akan terkena dampak dari perubahan lingkungan. Ada jenis-jenis yang mapu beradaptasi, dengan perubahan lingkungan sekitar, tetapi ada yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Peranan Benthos Di Perairan
Disamping penting sebagai sumber makanan alami ikan, benthos juga memegang beberapa peran penting dalam perairan. Seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang masuk ke perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993). Peranan hewan makrobenthos di perairan sangat penting dalam rantai makanan (food chain), karena merupakan sumber makanan beberapa ikan dan sebagai salah satu penguraian bahan organik (Odum, 1997). Hewan makrobenthos memanfaatkan sumber makanan primer yang terdiri dari makanan yang bersifat pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makan yang bersifat bentik sebagai makanan terdeposit (Wijayanti, 2007).
4. Jenis-Jenis Benthos Di Perairan
Menurut Barnes (1978) dalam Wijayanti (2007), pembagian benthos berdasarkan pola-pola makannya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu pertama sebagai suspension feeder yang memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel melayang di perairan, kedua sebagai deposit feeder yang mencari makanan pada sedimen dan mengasimilasikan material organik yang dapat dicerna dari sedimen. Material organik dalam sedimen biasanya disebut detritus. Ketiga sebagai detritus feeder tersebut khusus hanya makan detritus saja. Menurut Barus (2002), jenis-jenis benthos dapat digolongkan berdasarkan ukuran tubuhnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu : Makrobenthos (> 2 mm)
Merobenthos (0,2 – 2 mm)
Mikrobenthos (< 0,2 mm)

2.1.9. Perifiton
1. Definisi Perifiton
Perifiton adalah komunitas organisme yang hidup (nabati dan hewani) di atas sekitar substrat yang tenggelam dan batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan kadangkala pada hewan air (Odum, 1971 dalam Wijaya, 2009). Menurut Odum (1993), menyatakan bahwa perifiton atau aufwuchs adalah organisme baik tanaman maupun binatang dan daun dari tanaman yang berakar atau permukaan lain yang menonjol di dasar.
2. Ciri-Ciri Perifiton
Menurut Odum (1993), organisme perifiton memiliki ciri yaitu dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Menurut Junda dan Hala (2012), menyatakan bahwa ciri perifiton merupakan komunitas mikrobial yang menempel di permukaan material padat dan terletak di bawah air dan keberadaannya dikendalikan oleh energi cahaya untuk proses fotosintesis. Kehidupan perifiton tergantung pada substrat yang padat di bawah permukaan air.
3. Peranan Perifiton Di Perairan
Menurut Graham dan Wilcox (2000) dalam Telaumbamia, et al., (2013), menyatakan peranan perifiton di perairan tergenang lebih rendah dari fitoplankton sedangkan di perairan mengalir peranan perifiton lebih besar kecuali di perairan yang keruh. Peranan perifiton sebagai produsen primer dengan menghasilkan dan menjadi salah satu penghasil bahan organik di sungai. Produktivitas primer adalah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof dengan bantuan cahaya matahari (Wetzel, 1983 dalam Teaumbamia, et al., 2013).
4. Jenis Perifiton Di Perairan
Menurut Wetzel (1979) dalam Wijaya (2009), perifiton terdiri dari mikrofita yang tumbuh pada semua substrat tenggelam. Pada umumnya perifiton di perairan mengalir terdiri dari diatom (Bacillarophyceae), alga biru berfilamen (Myxophyceae), alga hijau berfilamen (Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen, protozoa dan rotifera (tidak banyak pada perairan tidak tercemar). Menurut Odum (1993), organisme komunitas air deras ataut perifiton dapat digolongkan berdasarkan ciri-cirinya yaitu melekat permanen pada substrat yang kokoh seperti batu, batang kayu atau massa daun. Sengkan menurut Wetzel (1979) dalam Wijaya (2009) dibedakan sebagai berikut : Epilithic, perifiton menempel pada batu
            Epipelic, menempel pada permukaan sedimen Epiphytic, menempel pada permukaan batang tumbuhan atau daun Epizoic, perifiton  yang  menempel  pada  permukaan  pasir    Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu   Epipsamic, perifiton yang  menempel pada  permukaan  pasir.
2.1.10. Plankton
1. Definisi Plankton
Plankton adalah organisme mengapung yang pergerakannya kira-kira tergantung pada arus. Walaupun beberapa zooplankton menunjukkan gerakan berenang yang aktif yang membantu mempertahankan posisi vertikal. Plankton secara keseluruhan tidak dapat bergerak melawan arus (Odum, 1993). Menurut Nyabakken (1988), menyatakan istilah plankton adalah istilah umum, kemusdian berenang-renang. Organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mareka sama sekali dikuasai oleh gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang-layang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesi dan zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik.
2. Ciri-Ciri Plankton
Menurut erlian (1986) dalam Yuniarta (2014), ciri plankton sebagai berikut :
-          Mudah dicerna dan mempunyai ukuran yang sesuai dengan larva
-          Berakarnya tidak terlalu cepat
-          Mudah dikultur
-          Pertumbuhannya cepat
Selama daur hidupnya tidak menghasilkan racun atau gas-gas yang berbahaya. Kandungan gizinya tinggi. Menurut Wibisono (2005), mengemukakan bahwa golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus disebut plankton. Menurut Purwanti, et al., (2011) menyatakan bahwa pergerakan dari plankton relatif pasif , sehingga selalu terbawa oleh arus air. Sehingga plankton tidak bisa bergerak bebas seperti organisme air lainnya seperti halnya ikan.
3. Peranan Plankton Di Perairan
Menurut Soewigno, et al., (1986) dalam Wijaya (2009), palnkton dapat memberikan informasi sebagai berikut : Analisis biologis dapat memberikan informasi ynag relevan mengenai kondisi kualitas air secara sederhana dan cepat. Pada keadaan lingkungan yang kurang baik atau tidak menguntungkan beberapa biota perairan masih dapat bertahan dalam bentuk struktur komunitas. Analisis biologi dapat memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh metode lain. Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesi. Merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainnya. Fitoplankton merupakan produktivitas primer di dalam perairan yang menghasilkan makanan bagi organisme lain.
4. Jenis Plankton Di Perairan
Menurut Sachlan (1982) dalam Handayani (2009), plankton dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu fitoplankton yang berperan sebagai produsen primer yang berkemampuan mengkonversi sinar matahari dan senyawa organik menjadi bahan organik. Dan zooplankton yang memanfaatkan fitoplankton untuk menjadi makanannya. Menurut Barus (2002), menyatakan plankton berdasarkan hidupnya dibedakan antara haliplankton dan limnoplankton. Selanjutnya plankton berdasarkan ukurannya yaitu:
-          Makroplankton >200mm
-          Haliplankton >2mm
-          Mikroplankton 20-2 nm    Nanoplankton 2-20 mm
-          Ultraplankton < 2 mm
-          Megaplankton

2.2. Ekosistem Padang Lamun
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996). Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.
Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting).Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996)
Sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen dalam Wibowo, 1996)
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi. (Romimohtarto dkk, 1999).
2.2.1. Jenis-jenis Lamun
Tumbuhan lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga  dan  berpembuluh  (vascular plant)  yang  sudah  sepenuhnya  menyesuaikan  diri hidup  terbenam  di  dalam  air  laut.  Beberapa  jenis lamun  bahkan  ditemukan  tumbuh  sampai  8–15 meter  dan  40  meter.  Tumbuhan  lamun  jelas memiliki  akar,  batang,  daun,  buah  dan  biji. Lamun termasuk dalam kelas monocotyledoneae, anak kelas alismatidae (Rifqi, A, 2008), yang  terdiri atas 2 famili, yaitu hydrocharitacheae dan potamogetonaceae, 12  genera, dan  60  spesies. 7 genera  diantaranya  berada  di  perairan  tropis,  dari famili  hydrocharitacheae yaitu enhalus sp., halophila sp., dan thallassia  sp., sedangkan dari famili potamogetonaceae, yaitu chymodeceae sp., halodule sp., syringodium sp.,  dan  thalassodendron sp.  (den  Hartog,  1970  dalam laporan CORMAP, 2006). Lamun termasuk  dalam  divisi  thallophys (tumbuhan  berthalus)  dengan  ciri  khas  memiliki akar, batang dan daun belum bias dibedakan  (Rifqi, A., 2008).
Reproduksi  lamun  dapat  dilakukan  secara aseksual  dan  seksual. Reproduksi aseksual terjadi dengan terbentuknya stolon, sedangkan  reproduksi seksual terjadi dengan  terbentuknya hydrophilus. Tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap  pada  lamun  efektif  sebagai  alat  berbiak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan  laut  lainnya, lamun  dapat  berbunga,  berbuah  dan  menghasilkan biji.  (Rinta Kusumawati).
2.2.2. Pemanfaatan Lamun
Secara  umum manfaat  lamun  terbagi  atas dua kelompok, yaitu manfaat ekologis dan manfaat ekonomis.  Manfaat  ekologis  lamun  lebih mengarah  kepada  fungsinya  sebagai  anggota ekosistem lamun yang dominant, yaitu sebagai:
1.  Tempat  berlindungnya  larva  ikan  dan  biota laut,  serta  sebagai  daerah  sumber  makanan bagi  ikan  dan  udang  (den  Hartog,  1970  dan Stevenson,  1988  dalam  Laporan  CORMAP, 2006).
2.  Penahan  ombak  dan  memperlambat  aliran arus, atau sebagai pelindung pantai dari abrasi pantai  (Scoffin,  1970  dan  Fonseca  et.l,  1982 dalam CORMAP, 2006).
Selanjutnya, manfaat ekonomis lamun lebih mengarah pada pemanfaatannya  untuk kepentingan hidup manusia, diantaranya:
1.  Bahan baku produk-produk  tradisional (Philips  &  Menez  (1988),  yaitu  bahan  baku kompos (pupuk), cerutu, mainan, keranjang anyaman, tumpukan untuk pematang,  pengisi kasur, makanan, dan jaring ikan.
2.  Bahan baku produk-produk modern (Philips & Menez (1988),  yaitu sebagai penyaring limbah, stabilizator pantai,  bahan  baku  pada pabrik  kertas,  makanan,  obat-obatan, dan sumber bahan kimia (Rinta Kusumawati).


2.2.3. Habitat Lamun
Lamun  umumnya  teridentifikasi  tumbuh dengan subur di perairan yang terbuka dan memiliki dasar  perairan  pantai  yang  berpasir  mengandung lumpur,  pasir,  krikil,  dan  patahan  karang  mati. Pendukung  lain  adalah  kecerahan  perairan  yang tinggi, suhu yang stabil, dengan kedalaman sekitar 1 – 10 meter. 
Ekosistem  lamun  dapat  berasosiasi  dengan baik  dengan  ekosistem  mangrove dan terumbu karang. Terumbu karang berperan sebagai penghalang  arus  air  laut  sehingga  memungkinkan komunitas  mangrove  dan  lamun  di  belakangnya dapat  tumbuh  dengan baik. Lamun,  kemudian berperan untuk menahan sedimen dan memperlambat gerakan  air,  sehingga menguntungkan  bagi  terumbu  karang  yang  sangat rentan  terhadap  kelimpahan  sedimen. Mangrove juga  berperan  sebagai  penahan  sedimen,  terutama yang  berasal  dari  daratan,  sehingga  mengurangi kemungkinan  penutupan  lumpur  pada  terumbu karang dan padang lamun. Kumpulan sedimen yang terkumpul, pada  gilirannya  dapat  menjadi  substrat bagi komunitas mangrove.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan lamun adalah sebagai berikut:
1.  Kecerahan
Lamun membutuhkan  intensitas  cahaya  untuk berfotosintesis. Hal ini menyebabkan sulitnya lamun tumbuh di  perairan  yang  lebih  dalam. Intensitas cahaya   untuk  laju  fotosintesis  lamun  ditunjukkan dengan  peningkataan  suhu  dari  29–35°C  untuk Zostera  marina,  30°C  untuk  Cymidoceae   nodosa dan  25–30°C  untuk  Posidonia  oceanica  (Anonim,2008; ).
2.  Kekeruhan 
Kekeruhan secara tidak langsung lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan  lamun  untuk  berfotosintesis. Kekeruhan dapat disebabkan karena partikel-partikel tersuspensi dari bahan  organik  atau  sedimen, terutama  dengan  ukuran  yang  halus  dan  dalam jumlah  yang  berlebih.  Pada perairan  pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan  dan  produksi  lamun  (Hutomo,  1997 dalam Anonim, 2008).
3.      Temperatur
Suhu  optimal  untuk  pertumbuhan lamun  yaitu 28    30°C  (Zimmerman  et. Al,  1987;  Phillips & Menez 1988; dan Nybakken, 1993 dalam Anonim, 2008).  Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut. Suhu yang baik untuk mengontrol produktifitas lamun pada air adalah sekitar  20–30°C suntuk jenis Thalassia testudinum dan sekitar 30°C untuk  Syringodium filiforme (Anonim, 2008) .
Review yang dilaporkan oleh Institut Pertanian Bogor  (2008) menyebutkan  adanya penelitian yang menunjukkan bahwa  perubahan  suhu  berpengaruh nyata  terhadap kehidupan  lamun,  yaitu  terhadap metabolisme,  penyerapan  unsur  hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al.  1986;Bulthuis 1987). Dalam review tersebut juga disebutkan bahwa Marsh et al.(1986) melaporkan  bahwa  pada  kisaran  suhu  25–30°C fotosintesis  bersih  lamun  akan  meningkat  dengan meningkatnya suhu. Demikian juga dengan  proses respirasi akan  meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5 – 35°C.
4.  Salinitas
Spesies lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda  terhadap  salinitas,  namun  sebagian besar memiliki  kisaran  yang  lebar yaitu 10–40%o. Nilai salinitas optimum untuk lamun adalah  35‰. Peningkatan salinitas yang melebihi ambang batas toleransi  lamun  dapat  menyebabkan kerusakan, namun demikian  lamun  yang  telah tua diketahui mampu meningkatkan toleransi  terhadap  fluktuasi salinitas yang besar (Zieman,  1986  dalam Anonim, 2008).  Thalassia sp.  memiliki  waktu  toleransi  yang singkat,  kisaran  optimum  untuk  pertumbuhannya adalah  sekitar  24–35‰.  Selai itu, salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan  kecepatan pulih lamun.
5.  Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam  tipe subtrat,  di  Indonesia padang lamun dikelompokkan dalam 6 kelompok  berdasarkan  tipe  substratnya, yaitu lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara, 1997 dalam anonim, 2008). Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen, yaitu sebagai pelindung dari  arus  air  laut  dan  tempat  pengolahan  nutrient.(Anonim, 2008). 
6.  Kecepatan Arus Perairan
Kecepatan arus air laut dipengaruhi oleh kontur perairan, jenis perairan (terbuka/tertutup), kecepatan angin, dan kedalaman  perairan. Kecepatan  arus mempengaruhi  produktivitas  padang  lamun,  jenis Thallassia testudium misalnya,mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh pada kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
7.  Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.  Lamun tumbuh  di  zona intertidal  bawah  dan  subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea  rotundata dan Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi  zona  intertidal  bawah  (Hutomo,  1997 dalam  Anonim,  2008). Selain  itu,  kerapatan  dan pertumbuhan  lamun  juga  dipengaruhi  oleh kedalaman perairan.
8.  Nutrien
Ketersediaan  nutrient menjadi  faktor  pembatas pertumbuhan,  kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo,  1997 dalam Anonim, 2008). Unsur N dan P dalam  sedimen perairan  dapat berbentuk sedimen terlarut  atau terikat  dalam  suspensi. Hanya  nutrien N dan P terlarut  yang dapat  dimanfaatkan  oleh  lamun  (Udy dan Dennison, 1996 dalam Anonim, 2008).
Penyerapan  nutrien oleh lamun  dilakukan  oleh daun  dan  akar, tetapi penyerapan oleh akar lamun lebih  dominant  (Erftemeijer,  1993  dalam  Anonim, 2008).
2.2.4. Distribusi  Lamun Di Indonesia 
Beberapa laporan penelitian telah menyebutkan lokasi-lokasi yang  memiliki  padang lamun yang potensial, diantaranya di perairan Papua, Sulawesi, Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
2.3. Ekosistem  Manggrove
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut didaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan memiliki potensi kekayaan hayati.  Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove (Tri Wijayanti).
2.3.1. Keanekaragaman Jenis Mangrove
 Hutan mangrove juga menyediakan habitat alami yang unik bagi berbagai macam flora dan fauna laut serta air payau. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis. Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas - komunitas mangrove yang ada di sekitar muara - muara sungai dengan ketebalan 10 -100 meter, didominasi oleh Avicennia marina diikuti oleh jeni Rhizophora mucronata, Sonnerati alba dan Sonneratia caseolaris yang semuanya memiliki manfaat sendiri, misalkan pohon Avicennia memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar dan batang) logam berat pencemar, sehingga keberadaan mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran diperairan laut dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan.
2.3.2. Manfaat Mangrove
Mangrove atau yang sering disebut bakau memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan sekitarnya yaitu :
1.       Pemeliharaan Keakeragaman Fauna
Hutan mangrove menyokong kehidupan hewan karena memberikan sumber makanan dan tempat untuk hidup.  Jenis - jenis biota yang dijumpai di Pamurbaya antara lain : Reptilia, ikan dan hewan makrobentos.  (Arisandi dkk, 2001).
2.      Tempat Pemijahan
Lingkungan mangrove memiliki produktifitas tinggi, menyediakan sumber energi berupa zat - zat makanan karena itu mangrove merupakan tempat berteduh dan mencari  makan. (Arisand dkk, 2001).
3.      Habitat Penting Bagi Burung
Beberapa jenis burung membutuhkan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan dan bersarang. (Arisandi dkk, 2001)
4.         Pencegah Banjir
5.         Bioakumulator Logam Berat
6.         Mengurangi resiko bahaya tsunami
2.3.3.      Jenis-Jenis Mangrove
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75 spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita tujukan.(Tomlinson, 1986 dan Field, 1995).
Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di benua Amerika hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah  vivipar terdapat sekitar 12 famili.
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia  sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia  sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. 
Jenis api-api atau di dunia dikenal sebagai  black mangrove  mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.
Mangrove besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.
2.4.  Ekosistem Karang
Wilayah ekosistem terumbu karang mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef), goba (laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang (Tomascik et al., 1997) . Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi. Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keaneka ragaman hayatinya. Berdasarkan data yang dikumpulkan selama Ekspedisi Snelius II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350 spesies karang keras yang termasuk ke dalam 75 genera. Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata(Tomascik et al., 1997) .
Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya (Admin, 2008).
2.4.1.  Organisme Yang hidup di Karang
 Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. Krustasea terumbu karang termasuk hewan akrab seperti udang, lobster, dan kepiting. Anggota Crustacea Kelas yang umum di seluruh ekosistem terumbu karang, dan ditemukan di ketiga utama zona terumbu karang . Crustasea memainkan sejumlah peran yang berbeda dalam ekologi komunitas terumbu karang. Beberapa pemulung, membersihkan karang dari sisa-sisa hewan yang membusuk. Lainnya adalah predator aktif atau omnivora. Banyak dimangsa oleh ikan-ikan terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .
Moluska (Filum Mollusca) adalah kelompok yang beragam dan melimpah dari hewan invertebrata yang menghuni berbagai macam habitat laut, termasuk terumbu karang.  Sebagian besar hewan-hewan ini bentik (tinggal bawah) invertebrata, tetapi ada beberapa perenang air terbuka termasuk juga. Dalam ekosistem terumbu karang, anggota kelompok ini dapat ditemukan di hampir setiap zona terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .  
Menurut Tomascik et al(1997) Tiga kelompok utama moluska umumnya bagian dari ekosistem terumbu karang:
·         gastropoda (keong, Chiton, nudibranch)
·         bivalvia (kima, kerang, kerang)
·         cumi (cumi, sotong, gurita).
Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya (Admin, 2008).
Polip karang bersimbiosis dengan alga bersel tunggal (monuceluler), yang terdapat dalam jaringan endoderm karang. Alga ini termasuk dalam dinoflagellata marga symbiodinium yang mempumyai klorofil untuk proses potosintesis. Alga ini dapat disebut sebagai zooxantellae (Admin, 2008)..
Zooxantellae mendapatkan keuntungan karena ia mendapat tempat tinggal yang aman di dalam tubuh polip karang keras. Sedangkan polip karang keras mendapatkan keuntungan karena mendapatkan makanan dari hasil potosintesis alga yaitu oksigen dan energi. Hasil metabolisme makanan dari karang diambil zooxantellae untuk proses potosintesis dengan bantuan sinar matahari, kemudian hasilnya dimanfaatkan polip karang. Dengan demikian keduanya saling ketergantungan dan tidak dapat bertahan hidup tanpa ada salah satunya. Zooxantellae adalah salah satu penyusun karang yang paling penting. Tanpa peran zooxantella terumbu karang tidak akan terbentuk karena polip karang keras tidak akan dapat hidup tanpa zooxantellae (Admin, 2008).
Pembuatan jetty, pembukaan lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, pariwisata, dan transporatsi laut yang serampangan merupakan ancaman terbesar bagi kondisi terumbu Ekarang Indonesia. Ancaman ini telah menunjukan gejala yang mengkhawatirkan sehingga kondisi terumbu karang yang masih baik hanya tinggal 7% saja(Admin, 2008).
            2.4.2. Indeks Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang  mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):
C      = ∑  (  )²
Dengan C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis larva i
N = jumlah seluruh individu dalam total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
Nilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh satu jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada satu jenis atau spesies yang mendominasi. nilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1 dan jika nilai indeks mendekati atau bernilai 1, maka perairan didominasi oleh spesies tertentu dan sebaliknya. Nilai dominansi phytoplankton 0,334 – 0,356 dan zooplankton 0,156 – 0,500 ini menunjukkan bahwa rata-rata tidak terjadi dominansi spesies Odum (1971).  Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).
Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011).
2.4.3 Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman jenis (H’) dihitung berdasarkan persamaan Shannon dan Wiener (Krebs, 1989; Krebs, 2001; Molles, 2002).
H’=  pi
Pi =
Keterangan : ( untuk plankton dan benthos)
H’         = Indeks Keragaman Shannon
pi         = ni / N = Komposisi organisme jenis ke-I
ni          = Jumlah organisme
N          = Jumlah total organisme
S          = Jumlah spesies atau genus
Indeks keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas larva ikan. Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011). Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener.Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman biota air, dapat diketahui secara umum mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria untuk plankton, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air terhadap kehidupan plankton (Odum, 1975). Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997).





BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2016, bertempat di pulau Laelae
3.2. Alat dan Bahan
1.      Transek 10 x10 meter
2.      Refraktomete
3.      Kamera
4.      Alat Tulis
5.      Tali Rapiah
3.3. Prosedur Kerja
1.      Ekosistem mangrove
Pertama-tama dalam praktek ini, menyiapkan bahan-bahan dan alat lalu mengukur mangrove 10 x 10 persegi kemudian menghitung jumlah pohon mangrove yaitu 15 pohon, melihat habitat apa yang terdapat pada mangrove, melihat jenis mangrove lalu menganalisis jenisnya, mengamati biota yang terdapat pada mangrove dan menghitung berapa jenis biota yang melekat atau yang terdapat di sekitar mangrove jika sudah menemukan biotanya memfoto biota tersebut dan mencatatnya.

2.      Ekosistem padang lamun
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan, menyiapkan diri untuk turun kelaut dan berdoa, memakai alat yang telat di sediakan lalu mengamati lamun yg terdapat di dasar laut, mengamati habitatnya, mengamati biota apa saja yg berada di sekitar padang lamun tersebut dan mencatat hasilnya.
3.      Ekosistem terumbu karang
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan, dalam praktek ini menggunakan kapal, menyiapakan diri untuk menyelam, kemudian melihat habitatnya, mengamati biota apa saja yang terdapat pada terumbu karang tersebut








                                               
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Setelah kami melakukan observasi di kawasan pulau Lae-Lae, sebelum kami memaparkan tentang hasil pengamtan yang kami dapat di sana, kami akan memaparkan terlebih dahulu sedikit tentang Pulau Laelae merupakan salah satu pulau dalam gugusan pulau atau Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kota Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kelurahan Laelae, dengan luas aratan pulau 8,9 Hektar. Secara Geografis pulau terletak pada posisi 119o 23’33,1” BT dan 05o08’ 16,0” LS atau di Perairan Selat Makassar. Batas-batas administrasi meliputi; Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Samalona, sebelah Timur dengan Kota Makassar, Sebelah Selatan dengan Tanjung Bunga, dan Sebelah Utara dengan Lae lae kecil.
Di pulau Lae-lae yang banyak dijumpai adalah Terumbu Karang. Kondisi terumbu karang di pulau ini termasuk jelek yang kemungkinan besar utamanya disebabkan oleh tingginya tingkat sedimentasi dan eutrofikasi yang berasal dari massa daratan utama atau daerah inshore. di pulau ini juga ditemukan kelimpahan makro alga yang paling tinggi, didominasi jenis makro alga coklat yakni sargassum spp, turbinaria, Halimeda, Caulerpa.
Hasil pengamatan yang telah kami lakukan di pulau laelae diantaranya:



4.1.1. Mangrove
JENIS PENGAMATAN
Parameter Lingkungan

Ekosistem Terumbu Karang
Habitat
Jenis Biota
Jumlah
Suhu
3,17 c
Rhyzophora stylosa
Berpasir
1.      Kalomang

3

Salinitas
44 ppm


1.      Keong
4



2.      Kepiting
6



3.      Ikan-ikan kecil
7




4.      Kerang
8




5.      Undang
9






4.1.2. Lamun
JENIS PENGAMATAN
Parameter Lingkungan

Ekosistem Lamun
Habitat
Jenis Biota
Jumlah
Suhu
17,5

Berpasir dan berlumpur
1.      Ikan kecil
12
Salinitas
44 ppm


2.      Bulu Babi
2

4.1.3. Terumbu Karang
JENIS PENGAMATAN
Parameter Lingkungan
Ekosistem Terumbu Karang
Habitat
Jenis biota
Jumlah
Suhu
17,5 c
Coral reef
Berpasir
1.      Kepiting
1
Salinitas
44 ppm


2.      Udang
3


4.2.  Pembahasan
4.2.1. Pembahasan ekosistem mangrove
1.   Manfaat ekosistem mangrove adalah
-          Sebagai peredam gelombang
-          Penghasil sebagian besar detritus
-          Sebagai daerah asuhan
-          Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, pembuatan arang, dan untuk bubur kertas.
-          Sebagai pemasok larva ikan dan udang alam.
2        Jenis biota yang ada di sekitar mangrove
a.       Kalomang
b.      Keong
c.       Kepiting
d.      Ikan-ikan kecil
e.       Kerang
3.      Hubungan dengan organisme
Yaitu tempat berpijaknya organism-organisme yang berada di sekitarnya apalagi ikan-ikan kecil, Bahan organik yang dibawa oleh aliran sungai dan serasah mangrove mengalami proses dekomposisi terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai unsur hara. Saat daun mangrove gugur dari pohon dan jatuh di permukaan air, maka dimulailah proses dekomposisi bahan organik. Daun mangrove yang jatuh di air atau lumpur yang becek dan lembab akan membusuk perlahan-lahan akibat proses dekomposisi oleh bakteri dan jamur. Proses dekomposisi ini sangat penting karena mengubah serat daun mangrove yang tidak dapat dicerna menjadi menjadi serat yang lebih mudah dicerna. Serasah mangrove yang sudah membusuk tadi kemudian akan dirobek, dicabik-cabik menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan dicerna oleh kepiting dan hewan invertebrata lainnya.  Bahan ini akan dimanfaatkan kembali oleh bakteri, diserap oleh hewan invertebrata atau berikatan dengan partikel tersuspensi dan gelembung busa melalui proses fisik-kimiawi sebelum mengendap di dasar perairan dan dimanfaatkan oleh organisme yang hidup dalam sedimen . Sebagian bahan organik akan terhanyut menuju ekosistem lamun dan terumbu karang. Bahan Organik (DOM) yang terlarut dalam kolom air akan dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai produsen primer membentuk partikel organik yang lebih kompleks melalui proses fotosintesis. Fitoplankton kemudian dimakan oleh zooplankton, zooplankton dimakan oleh juvenil ikan dan seterusnya. Dengan demikian terjadi transfer energi dari mangrove ke dalam jaring-jaring makanan melalui aktifitas dekomposisi dari mikroorganisme.
4.      Substrat yang ada di ekosistem mangrove
Merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:
a.       Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.)
Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
Ikan pengunjung musiman, ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
b.      Crustacea dan Molusca
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove.  Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove.Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur.  Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.
c.       Kerang
Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar  pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove

4.2.2 Pembahan ekosistem padang lamun
1.        Jenis biota yang ada di sekitar padang lamun
Yaitu terdapat bulu babi, bintang laut, ikan ikan yang singgah,
a.       Hubungan dengan organisme tersebut
Suatu kelompok organisme yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu., cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larva  ikan, ikan  kecil, ikan besar, binatang menyusui), tempat makanan bagi ikan pemakan tumbuhan, tempat persinggahan ikan ikan berjenis karnivora.
b. Lokasi penelitian dibagi ke dalam 3 stasiun berdasrkan substrat yaitu (1) stasiun berlumpur, (2) stasiun berpasir dan (3) stasiun rubble. Pada tiap stasiun dibagi ke dalam 3 substasiun, dimana pada setiap substasiun ditetapkan transek garis yang diletakkan tegak lurus dari garis pantai ke arah laut sepanjang areal lamun. Pengambilan data lamun dilakukan dengan menggunakan transek kuadran sepanjang transek garis, dan setiap penempatan transek dilakukan juga pengukuran faktor oseanografi meliputi suhu, salinitas, potensial redoks (Eh Sedimen), kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan pengambilan sampel sedimen. Analisa data Untuk mengetahui perbedaan kerapatan dan morfometrik lamun Enhalus acoroides pada substrat dan nutrien yang berbeda dianalisis dengan analisis ragam (two way anova). Sedangkan untuk melihat hubungan antara kandungan nutrien dan fosfat dengan kerapatan dan morfometrik lamun dilakukan berdasrkan uji Korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Jenis substrat berpengaruh terhadap kerapatan dan morfometrik lamun Enhalus acoroides dan kandungan nutrien (nitrat dan fosfat) dalam sedimen dasar perairan Pulau Sarappo Lompo yang ditumbuhi lamun hampir sama, artinya bahwa nutrien tidak memperlihatkan adanya pengaruh nyata terhadap kerapatan dan morfometrik lamun Enhalus acoroides.
4.2.3.  Pembahan ekosistem terumbu karang
1.      Jenis biota yang ada di sekitar terumbu karang
Yang terdapat di sekitar terumbu karang yaitu ikan karang, Tumbuh- tumbuhan, avertebrata, reptilia
2.      Penghuni Terumbu Karang
a.       Tumbuh- tumbuhan
Ganggang (alga) merupakan suatu kelompok tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya terdapat di dalam lingkungan akuatik.Mereka adalah produsen primer, seperti yang telah diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk menghasilkangula dan senyawa majemuk lainnya denganmenyimpan energi.Lamun adalah salah satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang.Lamun mempunyai manfaat sebagai perangkap sedimen.


1.      Avertebrata
Hewan karang dari filum Cnidaria merupakan kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting dalam ekologi terumbukarang.Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hydroid, ubur- ubur dan Anthozoa.
Berbagai jenis cacing hidup di terumbu karang.Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan. Cacing berperan dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang disebut bioerosi, dari  batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke pasir dengan mliang pada batuan tadi.
Crustacea merupakan klompok yang amat terkenal dari filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu karang. Mereka terdiri dari teritip, kepiting, udang, lobster dan udang  karang.
Banyak hewan Crustacea ini mempunyai hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip menempel pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih dengan beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.
Molusca menyumbangkan cukup banyak kapur kepada ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya pasir laut.Keanekaragaman Mollusca memainkan peranan penting di dalam jaringan makanan terumbu karang yang rumit ini.Mereka juga menjadi dasar bagi perdagangan besar cangkang hias dan penunjang utama perikanan kerang dan cumi- cumi.
Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal dan umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut yang omnivora memakan apa saja mulai dari sepon, teritip, keong dan kerang.Teripang mendiami sebagain besar terumbu karang dan memakan alga dan detritus dasar. Mereka mempunyai alami sedikit dan manusia barangkali yang menjadi pemangsa yang rakus.
2.      Ikan Karang
Ikan karang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:
1)      ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae;
2)      Kelompok jenis indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae; dan
3)      Kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae, Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup di terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya untuk mencari makanan dan tempat perlindungan.Batas wilayah ikan tersebut didasarkan pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah tempat hidup, dan daerah pemijahan.
3.      Reptilia
Reptiilia yang terdapat pada ekosistem terumbu karang hanya dua kelompok yaitu, ular laut dan penyu.Dua klompok ini terancam punah.Ular ditangkap untuk kulitnya, dan penyu terutama untuk telurnya.










BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Ekosistem Mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut.Terdapat di daearah tropik atau subtropik disepanjang pantai yang terlindung dan dapt hidup dengan toleransi salinitas yang tinggi, lama penggenangan, substrat dan morfologi pantainya.
Ekosistem padang lamun sebenarnya merupakan ekosistem yang kaya akan biota. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan jurai-jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun
Setelah melakukan praktikum di lapangan kita dapat menarik kesimpulan ekaragaman hayati di laut pulau lae-lae termasuk cukup rendah.Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan kerusakan yang terjadi di pantai pulau lae-lae kerusakan tersebut baik dikarenakan oleh aktifitas manusia maupun aktifitas alam yang mengakibatkan terumbu karang yang terdapat disana hampir sebagian besar mengalami kematian berupa pemutihan atau bleaching sehingga jarang sekali biota yang ada atau terdapat ekosistem tersebut.
5.2. Saran
Setelah melakukan praktikum di lapangan kita dapat menarik kesimpulan bahwa keanekaragaman hayati di laut pulau lae-lae termasuk cukup rendah.Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan kerusakan yang terjadi di pantai pulau lae-lae kerusakan tersebut baik dikarenakan oleh aktifitas manusia maupun aktifitas alam yang mengakibatkan terumbu karang yang terdapat disana hampir sebagian besar mengalami kematian berupa pemutihan atau bleaching sehingga jarang sekali biota yang ada atau terdapat ekosistem tersebut


















LAMPIRAN
 







DOKUMENTASI
































GAMBAR BIOTA











                                   

 















DAFTAR PUSTAKA
Irwanto. 2006. “ KEANEKARAGAMAN FAUNA PADA HABITAT MANGROVE”. Yogyakarta.
Kusumawati, Rinta. Jenis dan Kandungan Kimiawi Lamun dan Potensi Pemanfaatannya di Indonesia.
Rahman, Abdur. 2008. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan Muara Sungai Alalak. Al’ulum, Vol.37, No.3, Hlm. 12-17
Sasongko, teguh. 2009. Laporan Praktikum Ekologi Perairan ‘ KONDISI FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI SELAMA 12 JAM DI HABITAT PERAIRAN LOTIK DAN LENTIK’; Purwokerto.
Thoha , Hikmah. 2007. KELIMPAHAN PLANKTON DI EKOSISTEM PERAIRAN TELUK GILIMANUK, TAMAN NASIONAL, BALI BARAT. Makara, SAINS, Vol. 11, No. 1,: 44-48
Wijayanti, Tri. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus.
Anonim, 2009. Sistematika Ceriops Tagal. Diakses dari http://www.wikipedia.com.  pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim, 2009. Sistematika Lumnitzera Racemosa. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim, 2009. Sistematika Rhizophora Stylosa. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim, 2009. Sistematika Sonneratia Caseolaris. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT.
Admin  ,2008. Perkembangan terumbukarang. : Bandung
Bengen, D. G. 2002. Mengenal dan Memelihara Mangrove. Pusat
Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
http:// Ekosistem Padang Lamun (Seagrass) « Ciencias Marinas.htm http:// ekosistem-lamun.html
http://Kerusakan ekosistem perairan terumbu karang akibat cara penangkapan yang ilegal (ILEGAL FISHING) « DuniaKuMu Blog.
http://Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut Indonesia dalam Tinjauan  Perubahan Iklim « Hendra Yusran Siry.
Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta
Romimahtarto dkk. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16. Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
 Wibowo 1996. Biologi Laut. Gramedia Pustaka Utama :    Jakarta