EKOLOGI PERAIRAN
Nama : La Pade Salay
Stambuk : 07220150023
Jurusan : Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
kelompok : 1(Satu)
JURUSAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah Allah SWT,
saya dapat mengerjakan laporan ini walaupun isi masih sederhana.harapan saya
kiranya kekurangan yang ada dalam laporan ini dapat diberi masukan dan saran, aar
dapat lebih di sempurnakan.
semoga Allah
SWT. senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan Ridho-Nya kepada kita
semua, serta menambahkan ilmu, agar memudahkan bagi kita sebagai hamba Allah
yang dapat
menjalani hidup,
memakmurkan bumi menuju hidup yang lebih nyaman, sejahtera dan bahagia wal
akhirat, amin ya rabbal alamin.
Makassar, 4 Mei 2016
LA PADE SALAY
|
DAFTAR ISI
|
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang.................................................................. 1
1.2.
Tujuan................................................................................ 2
BAB
II TUJUAN PUSTAKA.............................................................
2.1.
Pengertian Ekologi Perairan................................................. 3
2.2
Ekosistem Padang Lamun..................................................... 21
2.3
Ekosistem Mangrove............................................................. 28
2.4.
Ekosisem Terumbu Karang.................................................. 31
BAB
III METODE PRAKTIKUM.................................................... 39
3.1.
Waktu dan Tempat Praktikum............................................. 39
3.2.
Alat dan Bahan.................................................................... 39
3.3.
Prosedur Kerja...................................................................... 39
BAB
IV HASIL PEMBAHASAN...................................................... 41
4.1.
Hasil Pengamatan................................................................. 41
4.2.
Pembahasan.......................................................................... 44
BAB
V PENUTUP............................................................................... 53
5.1.
Kesimpulan........................................................................... 53
5.2.
Saran..................................................................................... 53
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata oikos yang
artinya rumah atau tempat hidupdan logos yang berarti ilmu.Ekologi diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara
makhluk hidup dan lingkungannya.Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup
sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.Definisi ekologi seperti
diatas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiawan Jerman,
1834-1914) (Pratiwi, D.A, 2000).
Ekologi perairan juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
organisme dengan lingkungan perairan.
Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik
yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan
perairan tawar, payau, maupun asin (laut). Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan organisme dengan lingkungannya, mempelajari hubungan antara tempat
hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau
lingkungan yang sedang berkembang.(Dahuri, 2006).
Dalam
ekosistem perairan (tawar, pesisir dan lautan) berbagai jasad hidup (biotik)
dan lingkungan fisik (abiotik) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan
saling terkait.Dua komponen ini saling berinteraksi antara satu dengan lainnya,
sehingga terjadi pertukaran zat (energi) diantara keduanya. Tidak kurang dari
70% dari permukaan bumi adalah laut dengan kata lain ekosistem laut merupakan
lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan cadangan
terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi, dan bahan makanan.Selain itu masih
banyak bahan-bahan mineral lain yang terdapat dalam cairan air laut.Daerah laut
yang produktif adalah daerah yang dalamnya maksimal 200 meter dari permukaan
laut (Hadi, 2005).
Ekologi laut merupakan ilmu yang mempelajari tentang
ekosistem air laut. Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari,
terumbu karang, dan padang lamun. Berikut penjelasan tentang ekologi laut. Habitat air laut (oceanic) ditandai
oleh salinitas yang tinggi dengan ion Cl- mencapai 55% terutama di
daerah laut tropik, salinitasnya sekitar 30 sampai 40, karena suhunya tinggi
dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C.Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka
daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan.Gerakan air
dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan
sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung
baik (Dahuri, 2006).
1.2 Tujuan
1. Untuk
mengetahui hubungan organism dengan ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun,
dan ekosistem terumbu karang
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis biota yang ada di ekosistem mangrove, ekosistem padang
lamun, dan ekosistem terumbu karang
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Ekologi Perairan
Ekologi adalah
ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organism dan lingkungannya. R.ester
mengemukakan istilah tersebut pada tahun 1865 (Kormandy, 1965) dengan
menggabungkan dua kata dari bahasa Yunani, logos yang berarti pengetahuan
tentang dan oikos yang berarti rumah. Dua kata ini yang membedakan dari
ilmu-ilmu yang lainnya.Haeckel mendefinisikan ekologi sebagai suatu keseluruhan
pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan-hubungan total antara organism
dengan lingkungannya yang bersifat organic maupunanorganik (Wolf, et al.,
1998). Biasanya ekologi didefinisikan sebagai suatu studi hubungan organism
atau grup-grup organism dengan lingkungannya. Ekologi menyangkut aspek biologi
dari kelompok-kelompok organisme serta fungsinya, sehingga dalam pandangan
ekologi modern, ekologi didefinisikan sebagai suatu studi struktur dan fungsi
alam, dalam hal ini manusia merupakan bagian dari alam (Batu, 1983).
2.1.1. Ciri-Ciri Ekologi Sungai
Menurut
Barus (2002), ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai
dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang
selanjutnya aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang
disebut zona rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya
perbedaan keterjalan dan topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus
mulai dari daerah hulu sampai hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai
dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan berkurang
pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir. Menurut Odum (1993) menyatakan
bahwa, pada umumnya, perbedaan antara aliran air dan kolam erputar disekitar 3 kondisi : Arus adalah
factor yang paling mengendalikan dan merupakan factor pembatas di aliran air. Pertukaran
tanah – air relative lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan
ekosistem yang lebih “terbuka” dan suatu metabolisme komunitas tipe
“heterotrofik’’ Tekanan oksigen biasanya lebih merata dalam aliran air dan stratifikasi
termal maupun kimiawi akan dapat diabaikan.
2.1.2. Ciri-Ciri Ekologi Kolam
Kolam
adalah daerah perairan yang kecil dimana zona litoralnya relative besar dan
daerah limnetic serta profundal kecil atau tidak ada. Stratifikasi tidak
terlalu penting. Kolam dapat dijumpai di kebanyakan daerah dengan curah hujan
yang cukup.Kolam-kolam terus-menerus terbentuk, contohnya bila aliran
berpindah, meninggalkan bekas aliran terisolasi sebagai perairan tergenang
(Odum, 1993). Jika kita mengamati kolam secara keseluruhan sebagai suatu
ekosistem, maka dapat dibutuhkan bahwa kolam bukan hanya tempat tumbuhan dan
hewan. Akan tetapi, tumbuhan dan hewan tersebut turut dapat serta membentuk
suatu system dalam kolam, jadi ada hubungan biotic dan abiotic (Batu, 1993). Ciri-ciri
ekologi tawar adalah antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya
kurang, dan dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Macam kebutuhan yang terbanyak
adalah ganggang, sedangkan yang lainnya adalah tumbuhan biji. Hampir semua
filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang di air tawar biasanya
bersel satu dan dinding selnya kuat (Rifqi, 2009).
2.1.3. Siklus Hidrologi
Menurut
Irwan (1994), sebagian besar (98,6%) terdapat di laut, sebagian lainnya sekitar
1,2 % terdapat di gunung –gunung es di kutub, kurang 0,001% air terdapat di
atmosfer. Air hujan jatuh kemana-mana di bumi ini dalam beberapa cara. Sebagian
besar ada yang bertahan untuk sementara di tempat jatuhnya semula(di atas
tanah), kemudian kembali ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan
transportasi tumbuhan. Sebagian lagi mencari jalan ke tempat yang lebih rendah
dan akhirnya sampai ke sungai yang disebut air larian. Ada pula yang meresap ke
dalam tanah, yang kemudian air tanah.Air tanah maupun air larian (sungai). Ini
pun sebagian akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi
tumbuhan. Disini terlihat bahwa air yang ada di atmosfer selalu dipengaruhi
melalui penguapan dan jasa baik tumbuhan. Bila air hujan jatuh di tanah, segera
menguap kembali ke udara. Dari air yang tidak segera menguap diantaranya ada
yang diserap tanaman atau diminum hewan, ada yang run off (mengalir) pada
permukaan tanah menjadi aliran air atau danau dan ada yang menembus tanah ke
tingkat air di bawah. Air pada aliran air dan danau maupun air sub permukaan
kemudian mengalir ke laut. Terdapat evaporasi konstan dari aliran air, sungai
kecil, danau dan laut. Energi untuk evaporasi ini sebagian besar berasal dari
radiasi matahari langsung maupun tidak langsung (Heddy, et al.,1997).
2.1.4. Rantai Makanan
Rantai
makanan merupakan perpindahan energi makanan dari sumberdaya tumbuhan melalui
seri organisme atau melalui jalur makan-memakan (tumbuhan-herbivora-carnivora).
Pada setiap tahap pemindahan 80-90% energi potensial hilang sebagai panas,
karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja.
Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa semakin pendek rantai makanan, makin
besar energi tersedia (Heddy et al.,1994). Menurut Resosoedarmo, et al
(1990) menyatakan bahwa, semakin pendek rantai pangan ini semakin dekat jarak
antara organisme pada permukaan dan organisme pada ujung rantai dan semakin
besar pula energi yang dapat disimpan dalam tubuh.
Energi pangan sumberdaya di dalam tumbuh-tumbuhan melalui satu seri organisme dengan diulang-ulang dimakan dan memakan dinamakan rantai makanan. Rantai-rantai pangan terdiri dari dua tipe dasar, rantai pangan rerumputan yang mulai dari dasar tumbuh-tumbuhan hijau herbivora yang merumput dan terus ke karnivora dan rantai pangan sisa, yang dimulai dari bahan-bahan mati ke mikroorganisme dan kemudian yang pemakan detrivora dan pemangsanya (Odum, 1993).
Energi pangan sumberdaya di dalam tumbuh-tumbuhan melalui satu seri organisme dengan diulang-ulang dimakan dan memakan dinamakan rantai makanan. Rantai-rantai pangan terdiri dari dua tipe dasar, rantai pangan rerumputan yang mulai dari dasar tumbuh-tumbuhan hijau herbivora yang merumput dan terus ke karnivora dan rantai pangan sisa, yang dimulai dari bahan-bahan mati ke mikroorganisme dan kemudian yang pemakan detrivora dan pemangsanya (Odum, 1993).
2.1.5. Hubungan
Interaksi Antar Organisme
Menurut
Odum (1993), terdapat 9 interaksi penting yaitu : Neutralisme, dimana tidak ada
satupun populasi yang terpengaruhi oleh asosiasi dengan lain. Tipe persaingan yang saling
menghalangi (mutual inhibition competition type) dalam mana kedua populasi
secara aktif saling menghalang-halangi.
Tipe persaingan penggunaan sumberdaya di dalam mana tiap populasi mempunyai pengaruh merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumber-sumber yang persediaannya berada pada kekurangan.
Amansalisme, didalam mana satu populasi dihalang-halangi sedangkan yang lainnya tidak terpengaruhi. Parasitisme, dimana bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Tipe persaingan penggunaan sumberdaya di dalam mana tiap populasi mempunyai pengaruh merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumber-sumber yang persediaannya berada pada kekurangan.
Amansalisme, didalam mana satu populasi dihalang-halangi sedangkan yang lainnya tidak terpengaruhi. Parasitisme, dimana bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Pemangsaan,
dimana satu populasi merugikan yang lain dengan cara menyerang secara langsung
tetapi meskipun begitu bergantung kepada yang lain.
Commensalisme,
dimana satu populasi diuntungkan sedangkan yang lain tidak terpengaruhi.
Protocooperation,
dalam mana kedua populasi memperoleh keuntungan dengan adanya asosiasi itu
tetapi hubungan itu tidak merupakan suatu keharusan Mutualisme, dimana
pertumbuhan dan kehidupan kedua populasi itu mendapat keuntungan dan tidak
satupun dapat hidup di alam tanpa yang lain.
Menurut
Smith (1992), terdapat 9 perbedaan interaksi yang terjadi pada populasi yaitu
antara lain :
Jika
dua populasi menguntungkan satu sama lain disebut mutualisme.
Ketika salah satu spesies memberi keuntungan untuk kesejahteraan yang lainnya tetapi tidak berdampak apapun pada dirinya disebut dengan komensalisme
Jika salah satu spesies menyebabkan efek yang kurang baik untuk populasi lain, tetapi spesies yang ditumpangi tidak terpengaruh maka disebut amensalisme
Jika hubungan bukan untuk bertahan hidup maka disebut non-obligatory mutualisme
Jika hubungan kedua spesies untuk bertahan hidup disebut obligatory mutualisme
Jika hubungan kedua spesies merusak atau bersaing satu sama lain disebut kompetisi
Jika hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan membunuh dan memangsa disebut predasi.
Ketika salah satu spesies memberi keuntungan untuk kesejahteraan yang lainnya tetapi tidak berdampak apapun pada dirinya disebut dengan komensalisme
Jika salah satu spesies menyebabkan efek yang kurang baik untuk populasi lain, tetapi spesies yang ditumpangi tidak terpengaruh maka disebut amensalisme
Jika hubungan bukan untuk bertahan hidup maka disebut non-obligatory mutualisme
Jika hubungan kedua spesies untuk bertahan hidup disebut obligatory mutualisme
Jika hubungan kedua spesies merusak atau bersaing satu sama lain disebut kompetisi
Jika hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan membunuh dan memangsa disebut predasi.
Jika
hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan mengambil makanan organisme
lain sehingga lama-kelamaan organisme yang diambil makanannya mati disebut
parasitisme.
Sedangkan
tipe spesial dari kombinasi hubungan predasi dan parasitisme disebut
parasitoidisme.
2.1.6. Faktor-Faktor Ekosistem Sungai
1 Faktor Fisika
Menurut
Odum (1993), didalam aliran air yang besar atau sungai, arus dapat berkurang
sedemikian rupa, sehingga menyerupai kondisi air tergenang. Tetapi arus adalah
faktor utama yang paling penting yang membuat kehidupan kolam dan air deras
amat berbeda dan mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran.
Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya. Kecerahan
perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus
lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat
penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesis (Sari dan Usman,
2012). Menurut Efendi (2003) dalam Wijaya (2009), pada perairan sungai biasanya
terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk
stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan
oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu,
iklim dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan
fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada
sungai dipengaruhi oleh tiga varoiabel tersebut.
2. Faktor Kimia
Menurut
Cole (1983) dalam Ward (1992), menyatakan bahwa pH perairan alami berkisar dari
<3,0 sampai >12. Kebanyakan perairan yang tidak terpolusi memiliki
rentang pH 6 – 9. Secara umum pH meningkat dan permukaan air ke dasar perairan
sungai dan dari bawah ke atas untuk danau. Perairan yang asam ditandai dengan
keragaman spesiesnya yang rendah dan produktivitasnya yang rendah. Komponen
utama dapat hilang oleh fauna dari badan air yang paling asam. Walaupun
organisme di dalam aliran air lebih menghadapi ekstrim. Dalam hal ini sudah dan
arus, dibandingkan dengan organisme kolam, tetapi pada kondisi alam, oksigen
biasanya tidak amat bervariasi karena aliran air biasanya mengandung oksigen
dalam jumlah yang cukup. Bahkan dalam keadaan tanpa tanaman hijau. Oleh karena
itu, binatang air biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka
terhadap kekurangan oksigen dan cepat berubah oleh pencemaran organik dan tipe
apapun yang mengurai kadar oksigen (Odum, 1993).
3. Faktor Biologi
Menurut
Goldmen dan Home (1983), organisme yang dapat pada perairan mengalir amtara
lain adalah virus, bakteri, jamur algae, makrofita, protozoa, rotifera,
crustacea, serangga air, cacing, molusca, ikan dan lain-lain. Menurut
Odum (1993), umumnya invertebrata bentik mempunyai kerapatan yang paling tinggi
pada komunitas air deras. Semnetara nekton dan bentuk-bentuk penggali dalam
aliran air seperti kerang, ogenata penggali dan Ephemerophtera lebih dijumpai
diperairan tenang. Di perairan alami produsen yang sangat penting adalah algae,
dimana didaratan, tumbuhan tingkat tinggi melakukan peranan ini dan mareka juga
penting di zona litoral danau, di badan air yang kecil dan di sungai-sungai. Di
perairan alami umumnya mungkin untuk dibedakan antara rantai konsumen pelagik
dan bentik (Mahmudi, 2005).
2.1.7. Faktor-Faktor Ekosistem Kolam
1. Faktor Fisika
Menurut
Odum (1971) dalam Batu (1983), menyatakan bahwa pada air kolam terdapat
stratifikasi, yaitu produksi di sebelah atas dan regenerasi dimana terjadi
dekomposisi di sebelah bawah. Sebagian energi yang difiksasi di zona photic. Kedalaman
perairan dimana proses fotosintesi dengan proses respirasi disebut kedalaman
kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam
kolam air hanya hingga 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami
penetrasi di permukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh
kekeruhan dan keberadaan awan berfluktuasi secara harian dan musiman (Efendi,
2003).
2 Faktor Kimia
Sumber
oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer
(sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
(Riovity dan olem, 1994). Difusi oksigen dan atmosfer ke dalam air dapat
terjadi secara langsung pada kondisi air diam. Jadi pada ekosistem air diam
sumber utama oksigen berasal dari fotosintesis pada organisme aquatik (Efendi,
2003). Menurut Odum (2002), nilai pH suatu ekosistem air dapat berfluktuasi
terutama dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis. Organisme air dapat hidup
dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi
antara asam lemah sampai basa lemah (Baur, 1987., Brehm dan Meijering1990.,
Brakke, et al., 1992). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada
umumnya terdapat antara 7-8,5.
3 Faktor Biologi
Beberapa
binatang kolam temporer seperti udang-udangan (Eubranchiopoda) terutama
menonjol karena dapat beradaptasi dengan baik dan amat terbatas penyebarannya
pada kolam sementara. Telurnya dapat bertahan hidup dalam tanah yang kering
untuk beberapa bulan, dimana perkembangan dan reproduksi terjadi untuk periode
yang pendek pada akhir musim dingi (Odum, 1993). Berdasarkan pengalaman dapat
dibedakan antara kekeruhan yang disebabkan oleh plankton dan kekeruhan yang
disebabkan faktor lain. Namun demikian perlu diingat bahwa blooming plankton
tidak selalu bewarna hijau, dapat pula berwarna kuning, merah, coklat atau
hitam (Mahmudi, 2005).
2.1.8. Benthos
1. Definisi Benthos
Benthos
adalah organisme melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar
endapan. Binatang benthos dapat dibagi berdasarkan cara makannya menjadi
pemakan penyaring (seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti siput) (Odum, 1993).
Semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu suatu
perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas)
termasuk dalam kategori benthos. Berdasarkan sifat hidupnya dibedakan antara
fitobenthos, yaitu organisme benthos yang bersifat hewan. Kelompok inimasih
dibedakan menjadi epifauna, yaitu benthos yang hidupnya di atas substrat dasar
perairan dan infauna, yaitu benthos yang hidupnya terbenam di dalam substrat
dasar perairan (Barus, 2002).
2. Ciri-Ciri Benthos
Ciri-ciri
benthos menurut Barus (2002), menyatakan bahwa:
Pergerakan yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel Ukuran tubuh relatif besar sehingga mudah diidentifikasi.
Hidup di dasar perairan serta relatif dalam sehingga secara terus-menerus berdebah oleh kondisi air disekitarnya Pendederan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut. Menurut Wijayanti (2007), hewan makrobenthos mempunyai pergerakan yang sangat terbatas, sehingga hewan ini secara langsung akan terkena dampak dari perubahan lingkungan. Ada jenis-jenis yang mapu beradaptasi, dengan perubahan lingkungan sekitar, tetapi ada yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Pergerakan yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel Ukuran tubuh relatif besar sehingga mudah diidentifikasi.
Hidup di dasar perairan serta relatif dalam sehingga secara terus-menerus berdebah oleh kondisi air disekitarnya Pendederan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut. Menurut Wijayanti (2007), hewan makrobenthos mempunyai pergerakan yang sangat terbatas, sehingga hewan ini secara langsung akan terkena dampak dari perubahan lingkungan. Ada jenis-jenis yang mapu beradaptasi, dengan perubahan lingkungan sekitar, tetapi ada yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Peranan Benthos Di Perairan
Disamping
penting sebagai sumber makanan alami ikan, benthos juga memegang beberapa peran
penting dalam perairan. Seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi
material organik yang masuk ke perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa
tingkat trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993). Peranan hewan makrobenthos di
perairan sangat penting dalam rantai makanan (food chain), karena merupakan
sumber makanan beberapa ikan dan sebagai salah satu penguraian bahan organik
(Odum, 1997). Hewan makrobenthos memanfaatkan sumber makanan primer yang
terdiri dari makanan yang bersifat pelagik sebagai makanan tersuspensi dan
makan yang bersifat bentik sebagai makanan terdeposit (Wijayanti, 2007).
4. Jenis-Jenis Benthos Di Perairan
Menurut
Barnes (1978) dalam Wijayanti (2007), pembagian benthos berdasarkan pola-pola
makannya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu pertama sebagai suspension
feeder yang memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel melayang
di perairan, kedua sebagai deposit feeder yang mencari makanan pada sedimen dan
mengasimilasikan material organik yang dapat dicerna dari sedimen. Material
organik dalam sedimen biasanya disebut detritus. Ketiga sebagai detritus feeder
tersebut khusus hanya makan detritus saja. Menurut Barus (2002), jenis-jenis
benthos dapat digolongkan berdasarkan ukuran tubuhnya dapat dibagi menjadi tiga
yaitu : Makrobenthos (> 2 mm)
Merobenthos
(0,2 – 2 mm)
Mikrobenthos
(< 0,2 mm)
2.1.9. Perifiton
1. Definisi Perifiton
Perifiton
adalah komunitas organisme yang hidup (nabati dan hewani) di atas sekitar
substrat yang tenggelam dan batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan
kadangkala pada hewan air (Odum, 1971 dalam Wijaya, 2009). Menurut Odum (1993),
menyatakan bahwa perifiton atau aufwuchs adalah organisme baik tanaman maupun
binatang dan daun dari tanaman yang berakar atau permukaan lain yang menonjol
di dasar.
2. Ciri-Ciri Perifiton
Menurut
Odum (1993), organisme perifiton memiliki ciri yaitu dapat melekat atau
berpegang dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Menurut
Junda dan Hala (2012), menyatakan bahwa ciri perifiton merupakan komunitas
mikrobial yang menempel di permukaan material padat dan terletak di bawah air
dan keberadaannya dikendalikan oleh energi cahaya untuk proses fotosintesis.
Kehidupan perifiton tergantung pada substrat yang padat di bawah permukaan air.
3. Peranan Perifiton Di Perairan
Menurut
Graham dan Wilcox (2000) dalam Telaumbamia, et al., (2013), menyatakan peranan
perifiton di perairan tergenang lebih rendah dari fitoplankton sedangkan di
perairan mengalir peranan perifiton lebih besar kecuali di perairan yang keruh.
Peranan perifiton sebagai produsen primer dengan menghasilkan dan menjadi salah
satu penghasil bahan organik di sungai. Produktivitas primer adalah bahan
organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof dengan bantuan cahaya matahari
(Wetzel, 1983 dalam Teaumbamia, et al., 2013).
4. Jenis Perifiton Di Perairan
Menurut
Wetzel (1979) dalam Wijaya (2009), perifiton terdiri dari mikrofita yang tumbuh
pada semua substrat tenggelam. Pada umumnya perifiton di perairan mengalir
terdiri dari diatom (Bacillarophyceae), alga biru berfilamen (Myxophyceae),
alga hijau berfilamen (Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen, protozoa
dan rotifera (tidak banyak pada perairan tidak tercemar). Menurut Odum (1993),
organisme komunitas air deras ataut perifiton dapat digolongkan berdasarkan
ciri-cirinya yaitu melekat permanen pada substrat yang kokoh seperti batu,
batang kayu atau massa daun. Sengkan menurut Wetzel (1979) dalam Wijaya (2009)
dibedakan sebagai berikut : Epilithic, perifiton menempel pada batu
Epipelic, menempel pada permukaan sedimen Epiphytic, menempel pada permukaan batang tumbuhan atau daun Epizoic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu Epipsamic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir.
Epipelic, menempel pada permukaan sedimen Epiphytic, menempel pada permukaan batang tumbuhan atau daun Epizoic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu Epipsamic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir.
2.1.10. Plankton
1. Definisi Plankton
Plankton
adalah organisme mengapung yang pergerakannya kira-kira tergantung pada arus.
Walaupun beberapa zooplankton menunjukkan gerakan berenang yang aktif yang
membantu mempertahankan posisi vertikal. Plankton secara keseluruhan tidak
dapat bergerak melawan arus (Odum, 1993). Menurut Nyabakken (1988), menyatakan
istilah plankton adalah istilah umum, kemusdian berenang-renang. Organisme-organisme
planktonik demikian lemah sehingga mareka sama sekali dikuasai oleh
gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang-layang dan
hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesi dan zooplankton ialah hewan-hewan
laut yang planktonik.
2. Ciri-Ciri Plankton
Menurut
erlian (1986) dalam Yuniarta (2014), ciri plankton sebagai berikut :
-
Mudah dicerna
dan mempunyai ukuran yang sesuai dengan larva
-
Berakarnya tidak
terlalu cepat
-
Mudah dikultur
-
Pertumbuhannya
cepat
Selama
daur hidupnya tidak menghasilkan racun atau gas-gas yang berbahaya. Kandungan
gizinya tinggi. Menurut Wibisono (2005), mengemukakan bahwa golongan jasad
hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam
air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti
arus disebut plankton. Menurut Purwanti, et al., (2011) menyatakan bahwa
pergerakan dari plankton relatif pasif , sehingga selalu terbawa oleh arus air.
Sehingga plankton tidak bisa bergerak bebas seperti organisme air lainnya
seperti halnya ikan.
3. Peranan Plankton Di Perairan
Menurut
Soewigno, et al., (1986) dalam Wijaya (2009), palnkton dapat memberikan
informasi sebagai berikut : Analisis biologis dapat memberikan informasi ynag
relevan mengenai kondisi kualitas air secara sederhana dan cepat. Pada keadaan
lingkungan yang kurang baik atau tidak menguntungkan beberapa biota perairan
masih dapat bertahan dalam bentuk struktur komunitas. Analisis biologi dapat
memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh metode lain. Fitoplankton
merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena
kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesi.
Merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainnya. Fitoplankton
merupakan produktivitas primer di dalam perairan yang menghasilkan makanan bagi
organisme lain.
4. Jenis Plankton Di Perairan
Menurut
Sachlan (1982) dalam Handayani (2009), plankton dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu fitoplankton yang berperan sebagai produsen primer yang
berkemampuan mengkonversi sinar matahari dan senyawa organik menjadi bahan
organik. Dan zooplankton yang memanfaatkan fitoplankton untuk menjadi
makanannya. Menurut Barus (2002), menyatakan plankton berdasarkan hidupnya
dibedakan antara haliplankton dan limnoplankton. Selanjutnya plankton
berdasarkan ukurannya yaitu:
-
Makroplankton >200mm
-
Haliplankton
>2mm
-
Mikroplankton
20-2 nm Nanoplankton
2-20 mm
-
Ultraplankton
< 2 mm
-
Megaplankton
2.2. Ekosistem Padang Lamun
Padang
lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan
(Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996). Wilayah ini terdapat antara batas
terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih
dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup
beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara
padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks.
Di
samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain
seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora
atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang
lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan
Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan
bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting).Di
Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove
dan terumbu karang (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996)
Sehingga
interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik
ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem
terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang
lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag
tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen
dalam Wibowo, 1996)
Secara
ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan
sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan
melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan
dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman
erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas
fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva
invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang
lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan
keanekaragaman fauna bentos tinggi. (Romimohtarto dkk, 1999).
2.2.1. Jenis-jenis Lamun
Tumbuhan
lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
dan berpembuluh (vascular plant) yang
sudah sepenuhnya menyesuaikan
diri hidup terbenam di
dalam air laut.
Beberapa jenis lamun bahkan
ditemukan tumbuh sampai
8–15 meter dan 40
meter. Tumbuhan lamun
jelas memiliki akar, batang,
daun, buah dan
biji. Lamun termasuk dalam kelas monocotyledoneae, anak kelas
alismatidae (Rifqi, A, 2008), yang terdiri
atas 2 famili, yaitu hydrocharitacheae dan potamogetonaceae, 12 genera, dan
60 spesies. 7 genera diantaranya
berada di perairan
tropis, dari famili hydrocharitacheae yaitu enhalus sp., halophila
sp., dan thallassia sp., sedangkan dari
famili potamogetonaceae, yaitu chymodeceae sp., halodule sp., syringodium
sp., dan
thalassodendron sp. (den Hartog,
1970 dalam laporan CORMAP, 2006).
Lamun termasuk dalam divisi
thallophys (tumbuhan
berthalus) dengan ciri
khas memiliki akar, batang dan
daun belum bias dibedakan (Rifqi, A.,
2008).
Reproduksi lamun
dapat dilakukan secara aseksual dan
seksual.
Reproduksi aseksual terjadi dengan terbentuknya stolon, sedangkan reproduksi seksual terjadi dengan terbentuknya hydrophilus. Tunas berdaun yang
tegak dan tangkai-tangkai yang merayap
pada lamun efektif
sebagai alat berbiak. Berbeda dengan
tumbuh-tumbuhan laut lainnya, lamun dapat
berbunga, berbuah dan
menghasilkan biji. (Rinta
Kusumawati).
2.2.2. Pemanfaatan Lamun
Secara umum manfaat
lamun terbagi atas dua kelompok, yaitu manfaat ekologis dan
manfaat ekonomis. Manfaat ekologis
lamun lebih mengarah kepada
fungsinya sebagai anggota ekosistem lamun yang dominant, yaitu
sebagai:
1. Tempat berlindungnya
larva ikan dan
biota laut, serta sebagai
daerah sumber makanan bagi
ikan dan udang
(den Hartog, 1970
dan Stevenson, 1988 dalam
Laporan CORMAP, 2006).
2. Penahan ombak
dan memperlambat aliran arus, atau sebagai pelindung pantai
dari abrasi pantai (Scoffin, 1970
dan Fonseca et.l,
1982 dalam CORMAP, 2006).
Selanjutnya, manfaat ekonomis lamun lebih mengarah
pada
pemanfaatannya untuk kepentingan
hidup manusia, diantaranya:
1. Bahan baku
produk-produk tradisional (Philips &
Menez (1988), yaitu
bahan baku kompos (pupuk), cerutu,
mainan, keranjang anyaman, tumpukan untuk pematang, pengisi kasur, makanan, dan jaring ikan.
2. Bahan baku
produk-produk modern (Philips & Menez (1988), yaitu sebagai penyaring limbah, stabilizator
pantai, bahan baku
pada pabrik kertas, makanan,
obat-obatan, dan sumber bahan kimia (Rinta Kusumawati).
2.2.3. Habitat Lamun
Lamun umumnya
teridentifikasi tumbuh dengan
subur di perairan yang terbuka dan memiliki dasar perairan
pantai yang berpasir
mengandung lumpur, pasir, krikil,
dan patahan karang
mati. Pendukung lain adalah
kecerahan perairan yang tinggi, suhu yang stabil, dengan
kedalaman sekitar 1 – 10 meter.
Ekosistem lamun
dapat berasosiasi dengan baik
dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Terumbu karang
berperan sebagai penghalang arus air
laut sehingga memungkinkan komunitas mangrove
dan lamun di belakangnya
dapat tumbuh dengan baik. Lamun, kemudian berperan untuk menahan sedimen dan
memperlambat gerakan air, sehingga menguntungkan bagi
terumbu karang yang
sangat rentan terhadap kelimpahan
sedimen. Mangrove juga berperan
sebagai penahan sedimen,
terutama yang berasal dari
daratan, sehingga mengurangi kemungkinan penutupan
lumpur pada terumbu karang dan padang lamun. Kumpulan
sedimen yang terkumpul, pada
gilirannya dapat menjadi
substrat bagi komunitas mangrove.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan lamun adalah sebagai berikut:
1. Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas
cahaya untuk berfotosintesis. Hal
ini menyebabkan sulitnya lamun tumbuh di perairan
yang lebih dalam. Intensitas cahaya untuk
laju fotosintesis lamun
ditunjukkan dengan
peningkataan suhu dari
29–35°C untuk Zostera marina,
30°C untuk Cymidoceae
nodosa dan 25–30°C untuk
Posidonia oceanica (Anonim,2008; ).
2. Kekeruhan
Kekeruhan secara tidak langsung
lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang
dibutuhkan lamun untuk
berfotosintesis. Kekeruhan dapat disebabkan karena partikel-partikel
tersuspensi dari bahan organik atau sedimen,
terutama dengan ukuran
yang halus dan
dalam jumlah yang berlebih.
Pada perairan pantai yang keruh,
maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan
produksi lamun (Hutomo,
1997 dalam Anonim, 2008).
3. Temperatur
Suhu
optimal untuk pertumbuhan lamun yaitu 28
– 30°C (Zimmerman
et. Al, 1987; Phillips & Menez 1988; dan Nybakken, 1993
dalam Anonim, 2008). Kemampuan proses
fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperatur perairan berada di
luar kisaran optimal tersebut. Suhu yang baik untuk mengontrol produktifitas
lamun pada air adalah sekitar 20–30°C
suntuk jenis Thalassia testudinum dan sekitar 30°C untuk Syringodium filiforme (Anonim, 2008) .
Review yang dilaporkan oleh Institut Pertanian Bogor (2008) menyebutkan adanya penelitian yang menunjukkan bahwa perubahan
suhu berpengaruh nyata terhadap kehidupan lamun,
yaitu terhadap metabolisme, penyerapan
unsur hara dan kelangsungan hidup
lamun (Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al.
1986;Bulthuis 1987). Dalam review tersebut juga disebutkan bahwa Marsh et
al.(1986) melaporkan bahwa pada
kisaran suhu 25–30°C fotosintesis bersih
lamun akan meningkat
dengan meningkatnya suhu. Demikian juga dengan
proses respirasi akan meningkat
dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5 – 35°C.
4. Salinitas
Spesies lamun memiliki kemampuan
toleransi yang berbeda terhadap salinitas,
namun sebagian besar memiliki kisaran
yang lebar yaitu 10–40%o. Nilai
salinitas optimum untuk lamun adalah
35‰. Peningkatan salinitas yang melebihi ambang batas toleransi lamun dapat menyebabkan kerusakan, namun demikian lamun
yang telah tua diketahui mampu
meningkatkan toleransi terhadap fluktuasi salinitas yang besar (Zieman, 1986
dalam Anonim, 2008). Thalassia sp. memiliki
waktu toleransi yang singkat,
kisaran optimum untuk
pertumbuhannya adalah
sekitar 24–35‰. Selai itu, salinitas
juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan,
lebar daun dan kecepatan pulih lamun.
5. Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai
macam tipe subtrat, di Indonesia padang lamun dikelompokkan dalam 6
kelompok berdasarkan tipe
substratnya, yaitu lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing
karang dan batu karang (Kiswara, 1997 dalam anonim, 2008). Kedalaman substrat
berperan dalam menjaga stabilitas sedimen, yaitu sebagai pelindung dari arus
air laut dan tempat pengolahan
nutrient.(Anonim, 2008).
6. Kecepatan Arus Perairan
Kecepatan arus air laut dipengaruhi
oleh kontur perairan, jenis perairan (terbuka/tertutup), kecepatan angin, dan kedalaman perairan. Kecepatan arus mempengaruhi produktivitas
padang lamun, jenis Thallassia testudium misalnya,mempunyai
kemampuan maksimal untuk tumbuh pada kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
7. Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi
distribusi lamun secara vertikal. Lamun
tumbuh di zona intertidal bawah
dan subtidal atas hingga mencapai
kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi
oleh Halophila ovalis, Cymodocea
rotundata dan Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum
mendominasi zona intertidal
bawah (Hutomo, 1997 dalam
Anonim, 2008). Selain itu,
kerapatan dan pertumbuhan lamun
juga dipengaruhi oleh kedalaman perairan.
8. Nutrien
Ketersediaan nutrient menjadi faktor
pembatas pertumbuhan, kelimpahan
dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo, 1997 dalam Anonim, 2008). Unsur N dan P
dalam sedimen perairan dapat berbentuk sedimen terlarut atau terikat
dalam suspensi. Hanya nutrien N dan P terlarut yang dapat
dimanfaatkan oleh lamun
(Udy dan Dennison, 1996 dalam Anonim, 2008).
Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan
oleh daun dan akar, tetapi penyerapan oleh akar lamun
lebih dominant (Erftemeijer,
1993 dalam Anonim, 2008).
2.2.4. Distribusi Lamun Di
Indonesia
Beberapa
laporan penelitian telah menyebutkan lokasi-lokasi yang memiliki
padang lamun yang potensial, diantaranya di perairan Papua, Sulawesi,
Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
2.3. Ekosistem Manggrove
Mangrove adalah
suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk
komunitas tersebut didaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering
disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai
karakter unik dan khas dan memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang
terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam
suatu habitat mangrove (Tri Wijayanti).
2.3.1. Keanekaragaman Jenis Mangrove
Hutan mangrove juga menyediakan habitat alami
yang unik bagi berbagai macam flora dan fauna laut serta air payau. Dalam dua
dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara
drastis. Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas - komunitas
mangrove yang ada di sekitar muara - muara sungai dengan ketebalan 10 -100
meter, didominasi oleh Avicennia marina diikuti oleh jeni Rhizophora mucronata,
Sonnerati alba dan Sonneratia caseolaris yang semuanya memiliki manfaat
sendiri, misalkan pohon Avicennia memiliki kemampuan dalam mengakumulasi
(menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar dan batang) logam berat
pencemar, sehingga keberadaan mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi
tingkat pencemaran diperairan laut dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu
serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan
lautan.
2.3.2. Manfaat Mangrove
Mangrove atau yang sering disebut
bakau memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan sekitarnya yaitu :
1. Pemeliharaan Keakeragaman Fauna
Hutan mangrove menyokong kehidupan
hewan karena memberikan sumber makanan dan tempat untuk hidup. Jenis - jenis biota yang dijumpai di
Pamurbaya antara lain : Reptilia, ikan dan hewan makrobentos. (Arisandi dkk, 2001).
2. Tempat
Pemijahan
Lingkungan mangrove memiliki
produktifitas tinggi, menyediakan sumber energi berupa zat - zat makanan karena
itu mangrove merupakan tempat berteduh dan mencari makan. (Arisand dkk, 2001).
3. Habitat Penting Bagi Burung
Beberapa jenis burung membutuhkan
ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan dan bersarang. (Arisandi dkk,
2001)
4.
Pencegah Banjir
5.
Bioakumulator Logam Berat
6.
Mengurangi resiko bahaya tsunami
2.3.3.
Jenis-Jenis Mangrove
Di dunia
dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali
sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75 spesies,
tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita tujukan.(Tomlinson,
1986 dan Field, 1995).
Ada yang menyatakan bahwa Asia
merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di
Thailand terdapat sebanyak 27 jenis mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan
terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di benua Amerika hanya memiliki sekitar
12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak
kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat
sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah
pasang surut, tahan air garam dan berbuah
vivipar terdapat sekitar 12 famili.
Dari sekian banyak jenis mangrove di
Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis
api-api (Avicennia sp.), bakau
(Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada
(Sonneratia sp.), merupakan tumbuhan
mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah
kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya.
Jenis api-api atau di dunia dikenal
sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses
menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap
temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem
perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.
Mangrove
besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua
terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus,
gelombang besar dan angin.
2.4. Ekosistem Karang
Wilayah ekosistem terumbu karang
mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef), goba
(laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang (Tomascik
et al., 1997) . Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang
agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang memerlukan
perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang besar,
serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi. Terumbu
karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keaneka
ragaman hayatinya. Berdasarkan data yang dikumpulkan selama Ekspedisi Snelius
II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350 spesies karang keras yang
termasuk ke dalam 75 genera. Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat
berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis
bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa larvanya. Terumbu karang
juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu, terumbu karang
dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi,
terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang
berasal dari perikanan dan pariwisata(Tomascik et al., 1997) .
Karang memiliki tentakel yang
mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang
berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang
dinamakan polip karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna
atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip
karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu
dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur.
Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang
lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya
kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di
mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya
(Admin, 2008).
2.4.1.
Organisme Yang hidup di Karang
Ekosistem
ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat
tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa
organik lain.Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara
karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa
bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. Krustasea terumbu karang
termasuk hewan akrab seperti udang, lobster, dan kepiting. Anggota Crustacea
Kelas yang umum di seluruh ekosistem terumbu karang, dan ditemukan di ketiga
utama zona
terumbu karang . Crustasea memainkan sejumlah peran
yang berbeda dalam ekologi komunitas terumbu karang. Beberapa pemulung,
membersihkan karang dari sisa-sisa hewan yang membusuk. Lainnya adalah predator
aktif atau omnivora. Banyak dimangsa oleh ikan-ikan terumbu karang. (Tomascik
et al., 1997) .
Moluska (Filum
Mollusca) adalah kelompok yang beragam dan melimpah dari hewan invertebrata
yang menghuni berbagai macam habitat laut, termasuk terumbu karang.
Sebagian besar hewan-hewan ini bentik (tinggal bawah) invertebrata, tetapi ada
beberapa perenang air terbuka termasuk juga. Dalam ekosistem terumbu karang,
anggota kelompok ini dapat ditemukan di hampir setiap zona
terumbu karang. (Tomascik et al., 1997) .
Menurut Tomascik et al(1997) Tiga
kelompok utama moluska umumnya bagian dari ekosistem terumbu karang:
·
gastropoda
(keong, Chiton, nudibranch)
·
bivalvia
(kima, kerang, kerang)
·
cumi
(cumi, sotong, gurita).
Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan
dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang dinamakan polip
karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna atau bening
seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras
umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang
lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang
lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok
anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka
terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di mana di dalamnya tedapat beberapa
tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya (Admin, 2008).
Polip karang
bersimbiosis dengan alga bersel tunggal (monuceluler), yang terdapat dalam
jaringan endoderm karang. Alga ini termasuk dalam dinoflagellata marga
symbiodinium yang mempumyai klorofil untuk proses potosintesis. Alga ini dapat
disebut sebagai zooxantellae (Admin, 2008)..
Zooxantellae
mendapatkan keuntungan karena ia mendapat tempat tinggal yang aman di dalam
tubuh polip karang keras. Sedangkan polip karang keras mendapatkan keuntungan
karena mendapatkan makanan dari hasil potosintesis alga yaitu oksigen dan
energi. Hasil metabolisme makanan dari karang diambil zooxantellae untuk
proses potosintesis dengan bantuan sinar matahari, kemudian hasilnya
dimanfaatkan polip karang. Dengan demikian keduanya saling ketergantungan dan
tidak dapat bertahan hidup tanpa ada salah satunya. Zooxantellae adalah
salah satu penyusun karang yang paling penting. Tanpa peran zooxantella
terumbu karang tidak akan terbentuk karena polip karang keras tidak akan dapat
hidup tanpa zooxantellae (Admin, 2008).
Pembuatan
jetty, pembukaan lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun, pariwisata, dan transporatsi
laut yang serampangan merupakan ancaman terbesar bagi kondisi terumbu Ekarang
Indonesia. Ancaman ini telah menunjukan gejala yang mengkhawatirkan sehingga
kondisi terumbu karang yang masih baik hanya tinggal 7% saja(Admin, 2008).
2.4.2. Indeks Dominansi
Indeks dominansi
digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang mendominasi
pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan
oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):
C
= ∑ (
)²
Dengan C = Indeks dominansi Simpson
S = Jumlah jenis (spesies)
ni = jumlah total individu jenis
larva i
N = jumlah seluruh individu dalam
total n
Pi=ni/N = sebagai proporsi jenis
ke-i
Nilai indeks
dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh satu jenis atau
spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada
satu jenis atau spesies yang mendominasi. nilai indeks dominansi berkisar
antara 0 – 1 dan jika nilai indeks mendekati atau bernilai 1, maka perairan
didominasi oleh spesies tertentu dan sebaliknya. Nilai dominansi phytoplankton
0,334 – 0,356 dan zooplankton 0,156 – 0,500 ini menunjukkan bahwa rata-rata
tidak terjadi dominansi spesies Odum (1971). Banyak sedikitnya spesies
yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks dominansi,
meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies
(Kaswadji, 1976).
Pengaruh
kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung
pada jenis ikan, karena tiap jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang
berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh
informasi yang lebih rinci tentang komunitas ikan (Anwar, 2011).
2.4.3
Indeks Keanekaragaman
Indeks
keanekaragaman jenis (H’) dihitung berdasarkan persamaan Shannon dan Wiener
(Krebs, 1989; Krebs, 2001; Molles, 2002).
H’= pi
Keterangan : (
untuk plankton dan benthos)
H’
= Indeks Keragaman Shannon
pi
= ni / N = Komposisi organisme jenis
ke-I
ni
= Jumlah organisme
N
= Jumlah total organisme
S
= Jumlah spesies atau genus
Indeks
keanekaragaman dan dominansi digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas
lingkungan terhadap komunitas larva ikan. Pengaruh kualitas lingkungan terhadap
kelimpahan ikan selalu berbeda-beda tergantung pada jenis ikan, karena tiap
jenis ikan memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda terhadap habitatnya.
Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci tentang
komunitas ikan (Anwar, 2011). Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi,
berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu
atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman
untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon
& Wiener.Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman biota air,
dapat diketahui secara umum mengenai status mutu air secara biologis. Kriteria
untuk plankton, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6,
menunjukkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) dari kualitas air
terhadap kehidupan plankton (Odum, 1975). Faktor utama yang
mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya
perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan
organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997).
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2016, bertempat di pulau Laelae
3.2.
Alat dan Bahan
1. Transek
10 x10 meter
2. Refraktomete
3. Kamera
4. Alat
Tulis
5. Tali
Rapiah
3.3.
Prosedur Kerja
1. Ekosistem mangrove
Pertama-tama dalam praktek ini,
menyiapkan bahan-bahan dan alat lalu mengukur mangrove 10 x 10 persegi kemudian
menghitung jumlah pohon mangrove yaitu 15 pohon, melihat habitat apa yang
terdapat pada mangrove, melihat jenis mangrove lalu menganalisis jenisnya,
mengamati biota yang terdapat pada mangrove dan menghitung berapa jenis biota
yang melekat atau yang terdapat di sekitar mangrove jika sudah menemukan
biotanya memfoto biota tersebut dan mencatatnya.
2. Ekosistem padang lamun
Pertama-tama menyiapkan alat dan
bahan, menyiapkan diri untuk turun kelaut dan berdoa, memakai alat yang telat
di sediakan lalu mengamati lamun yg terdapat di dasar laut, mengamati
habitatnya, mengamati biota apa saja yg berada di sekitar padang lamun tersebut
dan mencatat hasilnya.
3. Ekosistem terumbu karang
Pertama-tama menyiapkan alat dan
bahan, dalam praktek ini menggunakan kapal, menyiapakan diri untuk menyelam,
kemudian melihat habitatnya, mengamati biota apa saja yang terdapat pada
terumbu karang tersebut
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Setelah
kami melakukan observasi di kawasan pulau Lae-Lae, sebelum kami memaparkan
tentang hasil pengamtan yang kami dapat di sana, kami akan memaparkan terlebih
dahulu sedikit tentang Pulau Laelae merupakan salah satu pulau dalam gugusan
pulau atau Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Secara administratif termasuk
ke dalam wilayah Kota Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kelurahan Laelae,
dengan luas aratan pulau 8,9 Hektar. Secara Geografis pulau terletak pada
posisi 119o 23’33,1” BT dan 05o08’ 16,0” LS atau di Perairan Selat Makassar.
Batas-batas administrasi meliputi; Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau
Samalona, sebelah Timur dengan Kota Makassar, Sebelah Selatan dengan Tanjung
Bunga, dan Sebelah Utara dengan Lae lae kecil.
Di pulau Lae-lae yang banyak dijumpai
adalah Terumbu Karang. Kondisi terumbu karang di pulau ini termasuk jelek yang
kemungkinan besar utamanya disebabkan oleh tingginya tingkat sedimentasi dan
eutrofikasi yang berasal dari massa daratan utama atau daerah inshore. di pulau
ini juga ditemukan kelimpahan makro alga yang paling tinggi, didominasi jenis
makro alga coklat yakni sargassum spp, turbinaria, Halimeda, Caulerpa.
Hasil pengamatan yang telah kami lakukan di pulau laelae
diantaranya:
4.1.1.
Mangrove
JENIS PENGAMATAN
|
|||||
Parameter Lingkungan
|
Ekosistem Terumbu Karang
|
Habitat
|
Jenis Biota
|
Jumlah
|
|
Suhu
|
3,17 c
|
Rhyzophora stylosa
|
Berpasir
|
1.
Kalomang
|
3
|
Salinitas
|
44 ppm
|
1.
Keong
|
4
|
||
2.
Kepiting
|
6
|
||||
3.
Ikan-ikan kecil
|
7
|
||||
4.
Kerang
|
8
|
||||
5.
Undang
|
9
|
4.1.2.
Lamun
JENIS PENGAMATAN
|
|||||
Parameter Lingkungan
|
Ekosistem Lamun
|
Habitat
|
Jenis Biota
|
Jumlah
|
|
Suhu
|
17,5
|
Berpasir dan berlumpur
|
1.
Ikan kecil
|
12
|
|
Salinitas
|
44 ppm
|
2.
Bulu Babi
|
2
|
4.1.3.
Terumbu Karang
JENIS PENGAMATAN
|
|||||
Parameter Lingkungan
|
Ekosistem Terumbu Karang
|
Habitat
|
Jenis biota
|
Jumlah
|
|
Suhu
|
17,5 c
|
Coral reef
|
Berpasir
|
1.
Kepiting
|
1
|
Salinitas
|
44 ppm
|
2.
Udang
|
3
|
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembahasan ekosistem
mangrove
1. Manfaat ekosistem mangrove adalah
-
Sebagai
peredam gelombang
-
Penghasil
sebagian besar detritus
-
Sebagai
daerah asuhan
-
Penghasil
kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, pembuatan arang, dan untuk bubur
kertas.
-
Sebagai
pemasok larva ikan dan udang alam.
2
Jenis
biota yang ada di sekitar mangrove
a. Kalomang
b. Keong
c. Kepiting
d. Ikan-ikan kecil
e. Kerang
3. Hubungan dengan organisme
Yaitu
tempat berpijaknya organism-organisme yang berada di sekitarnya apalagi
ikan-ikan kecil, Bahan organik yang dibawa oleh aliran sungai dan serasah
mangrove mengalami proses dekomposisi terlebih dahulu sebelum dapat
dimanfaatkan lebih lanjut sebagai unsur hara. Saat daun mangrove gugur dari
pohon dan jatuh di permukaan air, maka dimulailah proses dekomposisi bahan
organik. Daun mangrove yang jatuh di air atau lumpur yang becek dan lembab akan
membusuk perlahan-lahan akibat proses dekomposisi oleh bakteri dan jamur.
Proses dekomposisi ini sangat penting karena mengubah serat daun mangrove yang
tidak dapat dicerna menjadi menjadi serat yang lebih mudah dicerna. Serasah
mangrove yang sudah membusuk tadi kemudian akan dirobek, dicabik-cabik menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil dan dicerna oleh kepiting dan hewan
invertebrata lainnya. Bahan ini akan dimanfaatkan kembali oleh
bakteri, diserap oleh hewan invertebrata atau berikatan dengan partikel
tersuspensi dan gelembung busa melalui proses fisik-kimiawi sebelum mengendap
di dasar perairan dan dimanfaatkan oleh organisme yang hidup dalam sedimen .
Sebagian bahan organik akan terhanyut menuju ekosistem lamun dan terumbu
karang. Bahan Organik (DOM) yang terlarut dalam kolom air akan dimanfaatkan
oleh fitoplankton sebagai produsen primer membentuk partikel organik yang lebih
kompleks melalui proses fotosintesis. Fitoplankton kemudian dimakan oleh
zooplankton, zooplankton dimakan oleh juvenil ikan dan seterusnya. Dengan
demikian terjadi transfer energi dari mangrove ke dalam jaring-jaring makanan
melalui aktifitas dekomposisi dari mikroorganisme.
4.
Substrat yang ada di ekosistem mangrove
Merupakan
tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau
bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi
ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat
mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem
mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem
mangrove dijelaskan sebagai berikut:
a. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.)
Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan
hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung
menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti
ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan
Kapasan, Lontong (Gerreidae).
Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang
berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan,
contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda,
Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae
serta Carangidae.
Ikan pengunjung musiman, ikan-ikan yang termasuk dalam
kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk
memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
b. Crustacea
dan Molusca
Berbagai jenis fauna
yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting
(Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di
hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar
mangrove, atau di lantai hutan mangrove.Sejumlah invertebrata tinggal di dalam
lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini
mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat
adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.
c. Kerang
Kerang-kerang
ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena
mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai,
dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga
menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber
protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk
sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting
dalam penangkapan di wilayah mangrove
4.2.2 Pembahan ekosistem
padang lamun
1.
Jenis biota yang
ada di sekitar padang lamun
Yaitu terdapat bulu babi, bintang laut, ikan ikan
yang singgah,
a. Hubungan
dengan organisme tersebut
Suatu
kelompok organisme yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya
(yaitu., cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larva ikan,
ikan kecil, ikan besar, binatang menyusui), tempat makanan bagi ikan
pemakan tumbuhan, tempat persinggahan ikan ikan berjenis karnivora.
b.
Lokasi penelitian dibagi ke dalam 3 stasiun berdasrkan substrat yaitu (1)
stasiun berlumpur, (2) stasiun berpasir dan (3) stasiun rubble. Pada tiap
stasiun dibagi ke dalam 3 substasiun, dimana pada setiap substasiun ditetapkan
transek garis yang diletakkan tegak lurus dari garis pantai ke arah laut
sepanjang areal lamun. Pengambilan data lamun dilakukan dengan menggunakan
transek kuadran sepanjang transek garis, dan setiap penempatan transek
dilakukan juga pengukuran faktor oseanografi meliputi suhu, salinitas,
potensial redoks (Eh Sedimen), kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan
pengambilan sampel sedimen. Analisa data Untuk mengetahui perbedaan kerapatan
dan morfometrik lamun Enhalus acoroides pada substrat dan nutrien yang berbeda
dianalisis dengan analisis ragam (two way anova). Sedangkan untuk melihat
hubungan antara kandungan nutrien dan fosfat dengan kerapatan dan morfometrik
lamun dilakukan berdasrkan uji Korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Jenis substrat berpengaruh terhadap kerapatan dan morfometrik lamun Enhalus
acoroides dan kandungan nutrien (nitrat dan fosfat) dalam sedimen dasar
perairan Pulau Sarappo Lompo yang ditumbuhi lamun hampir sama, artinya bahwa
nutrien tidak memperlihatkan adanya pengaruh nyata terhadap kerapatan dan
morfometrik lamun Enhalus acoroides.
4.2.3. Pembahan ekosistem terumbu karang
1. Jenis
biota yang ada di sekitar terumbu karang
Yang terdapat di sekitar terumbu karang yaitu
ikan karang, Tumbuh- tumbuhan, avertebrata, reptilia
2.
Penghuni Terumbu Karang
a.
Tumbuh- tumbuhan
Ganggang (alga) merupakan suatu kelompok
tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya terdapat di dalam
lingkungan akuatik.Mereka adalah produsen primer, seperti yang telah
diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk menghasilkangula
dan senyawa majemuk lainnya denganmenyimpan energi.Lamun adalah
salah satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang.Lamun mempunyai
manfaat sebagai perangkap sedimen.
1.
Avertebrata
Hewan karang dari filum Cnidaria merupakan
kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting dalam ekologi
terumbukarang.Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hydroid,
ubur- ubur dan Anthozoa.
Berbagai jenis cacing hidup di terumbu
karang.Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan. Cacing berperan
dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang disebut
bioerosi, dari batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke pasir dengan
mliang pada batuan tadi.
Crustacea merupakan
klompok yang amat terkenal dari filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu
karang. Mereka terdiri dari teritip, kepiting, udang, lobster dan udang
karang.
Banyak hewan Crustacea
ini mempunyai hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip menempel
pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih dengan
beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.
Molusca menyumbangkan cukup banyak kapur kepada
ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya pasir laut.Keanekaragaman
Mollusca memainkan peranan penting di dalam jaringan makanan terumbu karang
yang rumit ini.Mereka juga menjadi dasar bagi perdagangan besar cangkang hias
dan penunjang utama perikanan kerang dan cumi- cumi.
Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal dan
umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut yang omnivora
memakan apa saja mulai dari sepon, teritip, keong dan kerang.Teripang mendiami
sebagain besar terumbu karang dan memakan alga dan detritus dasar. Mereka mempunyai
alami sedikit dan manusia barangkali yang menjadi pemangsa yang rakus.
2.
Ikan Karang
Ikan karang terbagi
dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:
1)
ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh
nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae,
Lethrinidae;
2)
Kelompok jenis indikator yaitu ikan yang digunakan
sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang di suatu perairan
seperti Famili Chaetodontidae; dan
3)
Kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan,
karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae,
Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae, Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup di terumbu karang dan jarang
dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya untuk mencari makanan dan tempat
perlindungan.Batas wilayah ikan tersebut didasarkan pada pasokan makananan,
keberadaan predator, daerah tempat hidup, dan daerah pemijahan.
3.
Reptilia
Reptiilia yang terdapat pada ekosistem terumbu karang hanya dua kelompok
yaitu, ular laut dan penyu.Dua klompok ini terancam punah.Ular ditangkap untuk
kulitnya, dan penyu terutama untuk telurnya.
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Ekosistem Mangrove merupakan suatu
ekosistem peralihan antara darat dan laut.Terdapat di daearah tropik atau
subtropik disepanjang pantai yang terlindung dan dapt hidup dengan toleransi
salinitas yang tinggi, lama penggenangan, substrat dan morfologi pantainya.
Ekosistem padang lamun sebenarnya
merupakan ekosistem yang kaya akan biota. Aneka jenis cacing, moluska (siput
dan kerang), teripang, ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup
menetap di sela-sela kerimbunan jurai-jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu
babi yang hidup dari daun-daun lamun
Setelah melakukan praktikum di
lapangan kita dapat menarik kesimpulan ekaragaman hayati di laut pulau lae-lae
termasuk cukup rendah.Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan kerusakan yang
terjadi di pantai pulau lae-lae kerusakan tersebut baik dikarenakan oleh
aktifitas manusia maupun aktifitas alam yang mengakibatkan terumbu karang yang
terdapat disana hampir sebagian besar mengalami kematian berupa pemutihan atau
bleaching sehingga jarang sekali biota yang ada atau terdapat ekosistem
tersebut.
5.2.
Saran
Setelah melakukan praktikum di
lapangan kita dapat menarik kesimpulan bahwa keanekaragaman hayati di laut
pulau lae-lae termasuk cukup rendah.Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan
kerusakan yang terjadi di pantai pulau lae-lae kerusakan tersebut baik
dikarenakan oleh aktifitas manusia maupun aktifitas alam yang mengakibatkan
terumbu karang yang terdapat disana hampir sebagian besar mengalami kematian
berupa pemutihan atau bleaching sehingga jarang sekali biota yang ada atau
terdapat ekosistem tersebut
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
GAMBAR
BIOTA
DAFTAR
PUSTAKA
Irwanto.
2006. “ KEANEKARAGAMAN FAUNA PADA HABITAT MANGROVE”. Yogyakarta.
Kusumawati, Rinta. Jenis dan Kandungan Kimiawi Lamun
dan Potensi Pemanfaatannya di Indonesia.
Rahman, Abdur. 2008. Studi Kelimpahan dan
Keanekaragaman Plankton di Perairan Muara Sungai Alalak. Al’ulum, Vol.37, No.3,
Hlm. 12-17
Sasongko, teguh. 2009. Laporan Praktikum Ekologi
Perairan ‘ KONDISI FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI SELAMA 12 JAM DI HABITAT PERAIRAN
LOTIK DAN LENTIK’; Purwokerto.
Thoha , Hikmah. 2007. KELIMPAHAN PLANKTON DI EKOSISTEM
PERAIRAN TELUK GILIMANUK, TAMAN NASIONAL, BALI BARAT. Makara, SAINS, Vol. 11,
No. 1,: 44-48
Wijayanti, Tri. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai
Wisata Pendidikan. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus.
Anonim,
2009. Sistematika Ceriops Tagal. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim,
2009. Sistematika Lumnitzera Racemosa. Diakses dari http://www.wikipedia.com.
pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim,
2009. Sistematika Rhizophora Stylosa. Diakses dari http://www.wikipedia.com. pada
tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT
Anonim,
2009. Sistematika Sonneratia Caseolaris. Diakses dari http://www.wikipedia.com.
pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 18.46 WIT.
Admin ,2008. Perkembangan
terumbukarang. : Bandung
Bengen, D. G.
2002. Mengenal dan Memelihara Mangrove. Pusat
Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
http:// Ekosistem Padang Lamun (Seagrass) «
Ciencias Marinas.htm http:// ekosistem-lamun.html
http://Kerusakan ekosistem perairan terumbu
karang akibat cara penangkapan yang ilegal (ILEGAL FISHING) « DuniaKuMu Blog.
http://Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut
Indonesia dalam Tinjauan Perubahan Iklim « Hendra Yusran Siry.
Nontji, Anugerah. 2005. Laut
Nusantara. Djambatan : Jakarta
Romimahtarto dkk. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana
1: 1-16. Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
Wibowo 1996. Biologi Laut. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta